E TANTANGAN PROFESIONALISME GURU DI ERA DIGITAL Proses pembelajaran mengaplikasikan TIK yang berbasis internet dengan bahan ajar digital menyebabkan terjadinya pergeseran proses belajar mengajar (PMB) dari yang biasa dilakukan guru.

Tantangan Guru di Era Digital – Tidak dapat dipungkiri bahwa di era modern sekarang, seorang tenaga pendidik dituntut untuk memiliki kompetensi digital mengikuti perkembangan zaman. Penguasaan kompetensi di era sekarang tidak hanya menuntut guru untuk menguasai materi pelajaran saja, tetapi juga menuntut guru untuk menguasai teknologi agar kegiatan belajar mengajar berjalan efektif dan efisien dan menghasilkan lulusan yang mampu bersaing di dunia kerja dengan persaingan yang sangat Guru di Era digitalDi era industri kita dihadapkan pada perkembangan zaman yang semakin canggih sehingga mengalami banyak perubahan termasuk dalam dunia zaman serba digital, peran guru sangat penting karena seorang guru merupakan ujung tombak atau pelaksana untuk mencerdaskan anak bangsa agar mampu menjawab tantangan hal ini, guru dihadapkan pada masalah digitalisasi yangmana tidak semua guru menguasai skill atau kemampuan teknologi. Guru dituntut bersikap professional untuk terus belajar agar dirinya mampu berkembang beradaptasi mengenai hal-hal baru untuk mengikuti perkembangan zaman guna menciptakan lulusan terbaik yang mempunyai skill digital yangmana sangat dibutuhkan di dunia kerja. Kompetensi yang harus dimiliki Guru di era digitalDi era digital terdapat 4 kompetensi guru yang dapat mempengaruhi keberhasilan kegiatan belajar mengajar, yaituKompetensi pedagogik terkait dengan kemampuan yang dimiliki oleh guru saat mengajar dan mengelola kepribadian terkait dengan pribadi seorang guru yang pantas untuk digugu dan sosial terkait dengan kemampuan guru dalam menjalin komunikasi dengan siswa, sesama guru, pemimpin dan staf sekolah, serta orang tua profesional adalah kemampuan guru terkait dengan bidang keilmuannya, seberapa jauh dia menguasai kemampuan yang harus dimiliki guru di era digitalMenjadi model belajarMenjadi guru professional diharapkan mampu menjadi model belajar terkait penggunaan media digital kepada siswa, seperti guru dapat mentransfer pengetahuan teknologi dan guru juga dapat mencontohkan penggunaan tools-tools digital untuk mendorong kreativitas pembelajaranDahulu, siswa sekolah hanya menggunakan media papan tulis, bahan ajar berupa buku dan berbagai media lain secara sederhana. Namun, di era digital guru dapat melakukan berbagai macam inovasi pembelajaran untuk menunjang pembelajaran. Inovasi pembelajaran sangat bermanfaat agar siswa tidak mudah jenuh saat proses belajar satu inovasi pembelajaran yang dapat dilakukan oleh guru adalah membuat tampilan power point yang menarik. Guru tidak harus menggunakan papan tulis untuk mengajar tetapi juga bisa melalui tampilan power point yang di desain dengan semenarik mungkin sehingga dapat menarik perhatian siswa dan pembelajaran terasa lebih / kompetensi penunjangSeorang guru dalam mengajar tentunya sudah dibekali dengan skill akademik berupa materi pelajaran. Tetapi, di era digital guru membutuhkan skill yang lain untuk membantu pekerjaan, seperti kemampuan membuat video, editing, menulis, dan masih banyak lagi skill yang harus dikuasai menggunakan internet dalam konteks pendidikanSaat ini, media internet tidak dapat dipisahkan dalam proses belajar siswa karena penggunaan informasi banyak tersedia melalui internet dan dapat diakses dengan mudah dimana saja dan kapan informasi terkait tantangan guru di era digital yangmana guru dituntut untuk mengikuti perkembangan zaman dan diharapkan setiap sekolah dapat mencetak lulusan yang paham akan teknologi agar siswa mampu bersaing di dunia kerja dengan persaingan yang semakin ketat. [Silahkan dibagikan kepada guru-guru di seluruh Indonesia]Dapatkan informasi guru terupdate dengan join channel telegram Siti Mahsunah
TantanganGuru Masa Kini. PAULO Freire (2000) dalam Pedagogy of Freedom: Ethics, Democracy and Civic Courage menyebut ada tiga hal penting tentang mengajar yang perlu dipahami para guru. Pertama, tidak ada pengajaran tanpa pembelajaran. Seorang guru harus mampu melakukan riset, memiliki respek terhadap beragam pengetahuan siswa, kritis
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Pengaruh teknologi digital terus berkembang dengan pesat dalam dunia kerja saat ini. Era digital telah mengubah cara kita bekerja, berkomunikasi, dan berkolaborasi. Namun, bersama dengan kemajuan teknologi ini, muncul pula tantangan baru yang harus dihadapi oleh para profesional. Untuk tetap relevan dan sukses dalam lingkungan kerja yang semakin digital ini, meningkatkan profesionalisme menjadi sangat adalah beberapa langkah yang dapat diambil untuk meningkatkan profesionalisme di era digitalTingkatkan Kompetensi Digital Anda Penguasaan teknologi digital adalah keterampilan yang sangat penting di era ini. Pastikan Anda memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menggunakan alat-alat dan platform digital yang umum digunakan di tempat kerja. Pelajari tentang aplikasi produktivitas, manajemen proyek, kolaborasi online, dan alat komunikasi digital lainnya. Tingkatkan kemampuan Anda dalam menggunakan perangkat lunak dan aplikasi terkait pekerjaan Anda agar lebih efisien dan efektif. Jaga Etika dan Profesionalisme dalam Komunikasi Digital Dalam era digital, komunikasi sering dilakukan melalui email, pesan instan, atau platform kolaborasi online. Penting untuk menjaga etika dan profesionalisme dalam setiap bentuk komunikasi digital. Gunakan bahasa yang sopan dan jelas, beri perhatian pada tata krama digital seperti menulis subjek yang jelas dalam email, merespons dengan cepat, dan menghindari penggunaan huruf besar yang berlebihan yang dianggap seperti berteriak. Selain itu, penting juga untuk menghormati privasi orang lain dan menghindari berbagi informasi pribadi yang tidak relevan melalui kanal komunikasi digital. Tingkatkan Kemampuan Kolaborasi dan Jaringan Online Di era digital, kolaborasi dan jaringan dapat terjadi secara online melalui platform seperti alat konferensi video, jejaring sosial profesional, atau platform kolaborasi proyek. Manfaatkan kesempatan ini untuk memperluas jaringan profesional Anda, terlibat dalam proyek bersama secara virtual, dan berbagi pengetahuan dengan rekan kerja Anda. Juga, pastikan untuk berpartisipasi aktif dalam diskusi online yang relevan dengan bidang pekerjaan Anda. Dengan berkolaborasi secara efektif dan membangun jaringan yang kuat, Anda dapat meningkatkan profesionalisme Anda di era digital Keseimbangan antara Kehidupan Pribadi dan Profesional Dalam era digital yang terkoneksi secara terus-menerus, batas antara kehidupan pribadi dan profesional dapat menjadi kabur. Penting untuk menjaga keseimbangan yang sehat antara pekerjaan dan kehidupan pribadi Anda. Tetapkan waktu yang jelas untuk istirahat, liburan, dan menjaga hubungan dengan keluarga dan teman-teman. Jaga agar tidak terjebak dalam siklus kerja yang nonstop dan tetapkan batasan yang jelas untuk diri sendiri dalam menggunakan teknologi era digital yang terus berkembang ini, meningkatkan profesionalisme adalah kunci untuk sukses di tempat kerja. Dengan meningkatkan kompetensi digital, menjaga etika dan profesionalisme dalam komunikasi, membangun kemampuan kolaborasi dan jaringan online, serta menjaga keseimbangan antara kehidupan pribadi dan profesional, Anda dapat mengatasi tantangan baru yang muncul dan menjadi profesional yang tangguh di era digital ini Lihat Humaniora Selengkapnya
Saatini masyarakat termasuk para guru sudah memasuki era digital, yaitu suatu era yang sudah melampaui era teknologi komputer. Menurut data yang diketahui, bahwa jumlah penjualan komputer saat ini sudah cenderung menurun dan terkalahkan oleh jumlah penjualan teknologi digital handphone.
Entering the current digital era, the development of students is very different from the past. The digital era has brought various positive and negative impacts together. Many cases occur in children who do acts of bullying, become individualists, and are less able to socialize in the community. If not fortified, this condition will be very dangerous for their development in the future. As a professional teacher organization in Indonesia, PGRI is required to play a role in aligning the changing times with character values. Various regulations and intervention programs are implemented for children growing up together with technology and using it for positive things. This article is a study of a systematic review of scientific publications in the last 10 years related to the policy and implementation of the digitalization program by the PGRI organization. The results of the research have provided an overview of the roles and challenges of the PGRI organization in shaping the nation's character in the current of digital era To read the full-text of this research, you can request a copy directly from the has not been able to resolve any citations for this ZulfaJaja JahariA. Heris HermawanMewabahnya Covid-19 sebagai pandemi telah membawa dampak signifikan sekaligus membuka peluang dan tantangan bagi pengelolaan lembaga pendidikan Islam. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan gambaran mengenai peluang dan tantangan pengelolaan lembaga pendidikan Islam pada masa pandemi. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif dengan metode yang digunakan adalah library research dan jenis data yang dipakai adalah data kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik kepustakaan. Proses analisis data dilakukan dengan menggunakan teknin deskriptif-analitis. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa peluang pengelolaan lembaga pendidikan pada masa Covid-19 dapat diidentifikasi dari terbukanya peluang untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui usaha membangun fungsi-fungsi manajemen pengelolaan lembaga pendidikan Islam berbasis digital dengan sistem dalam jaringan daring sangat didukung oleh situasi pandemi yang sedang terjadi. Karena itu tantangan yang dihadapi dalam hal pengelolaan berbasis digital dengan dukungan internet melalui sistem dalam jaringan adalah kesiapan lembaga dalam aspek dukungan sarana dan prasarana serta kesiapan SDM yang ahli di bidang ini menjadi hal penting yang harus dipenuhi untuk meningkatkan persaingan dan kompetisi antar lembaga pendidikan Islam pada masa pandemi untuk meningkatkan sistem pengelolaan lembaga agar menghasilkan kualitas mutu dan memiliki daya saing yang children’s use of digital devices is increasing as we progress through the 21st century and handheld and mobile devices, such as smartphones and tablets, have become increasingly available. While older children using tablets to read has been more broadly investigated, less is known about the impacts of digital reading on children at the stage of literacy acquisition. An analytical review was conducted on the effects of interactive e-book interventions for young children’s literacy development when compared to a listening to print books, b regular school programs, and c reading non-enhanced and non-interactive e-books. A significant additional beneficial effect of e-book interventions was found for phonological awareness and vocabulary learning based on data from 1138 children in 14 randomized controlled trial RCT studies. When e-books are properly selected and used, children develop literacy skills equally well and sometimes better than with print books. Additionally, e-book interventions outperformed the regular school program in the development of literacy skills. Similarly, enhanced e-book conditions revealed benefits over the non-enhanced e-book interventions in literacy skill acquisition. The impact of these findings related to health issues, e-book design, disadvantaged populations, and adult-led e-book sharing is discussed. Triyanto TriyantoTujuan artikel ini adalah untuk membahas tentang peluang dan tantangan pendidikan karakter di era digital. Ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan naturalistik. Data dikumpulkan dengan cara survei, wawancara, observasi dan studi pustaka. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan enam tahapan dari Creswell. Pendidikan karakter di era digital memiliki berbagai tantangan dan peluang. Riset membuktikan bahwa era digital memberi peluang positif pada implementasi pendidikan karakter. Tantangan kita adalah bagaimana mengajari siswa untuk menavigasi etika di era digital. Beberapa tantangan yang harus dihadapi dalam pendidikan karakter di era digital mencakup keseimbangan, keselamatan dan keamanan, perundungan siber, sexting, hak cipta dan plagiarism. Para pembuat kebijakan pendidikan perlu berperan aktif dalam pengembangan berkelanjutan pembelajaran karakter secara digital untuk memastikan penerapan pembelajaran digital yang efektif. ABSTRACT The purpose of this article is to discuss the opportunities and challenges of character education in the digital age. This is a qualitative research with naturalistic approach. Data were collected by surveys, interviews, observation and literature review. The data were analyzed by six stages from Creswell. Character education in the digital age has various challenges and opportunities. Research proves that the digital age provides positive opportunities for the implementation of character education. The challenge is how to teach students to navigate ethics in the digital age. Some of the challenges are balance, safety and security, cyber bullying, sexting, copyright and plagiarism. Education policy makers need to participate in the continuous development of digital character learning to implement effective digital learning. Hiller SpiresThis thematic issue of Media and Communication features a range of critical perspectives on digital literacies with the aim of shedding light on a path forward with respect to theory, research and practice. The issue hosts fourteen articles divided into four themes that address digital literacies in varying ways. The four themes are a defining digital literacies, b socio-cultural theories of digital literacies, c digital literacies in practice, and d digital skills and efficacy. The articles make a strong case for the continued exploration of the significance and redefinition of digital literacies within our global communicative landscape. The authors have inspired new dialogue, research directions, innovative practices, and policy on digital literacies. As digital technologies continue to evolve so too will intellectual frameworks—generating nuance and scope for and by researchers as well as children and adolescents are growing up exposed to both traditional and modern technology. While it is known that the increase in the use of traditional technology, such as television and its content, have negative effects on children’s development and health, studies have shown such modern technologies as smartphones, tablets, and computers that have been developed and become increasingly widespread over the past decade to be beneficial and to constitute health risks for children. It seems that children’s inappropriate use of such technological devices in terms of content, duration, frequency, and the posture they adopt while using them pose a variety of health risks, including developmental problems, musculoskeletal problems, physical inactivity, obesity, and inadequate sleep quality. This study reviews the literature on the clinical problems that digital technology use has on children. In order for children and adolescents to adopt a healthy life style, it is important to monitor the time, frequency, and content viewed while using technological devices and to ensure that children have or develop adequate physical activity opportunities, healthy eating habits, proper sleep cycles, and nurturing social environment. Deborah NicholsJessica Taylor PiotrowskiEducational media serve as informal educators within the home by supplementing young children's development. Substantial evidence documents the contributions of educational television to preschoolers' acquisition of a variety of skills; however, television's natural capacity as storyteller and the role it plays in preschoolers' early literacy development has been largely overlooked. This study examined the effects of viewing different TV program types on 311 at-risk preschoolers' story knowledge and narrative skills. Children were assigned to one of 4 viewing conditions watching up to 40 episodes of a particular program type no viewing; expository; embedded narrative; or traditional narrative. Story knowledge scores were higher for those viewing either narrative type. In contrast, viewing specific narrative types differentially affected the component skills of narrative competence. Story retelling and identification of explicit story events were higher after repeat viewing of embedded narratives while generating implicit story content was higher after repeat viewing of traditional aims of this study were 1 to examine the prevalence of symptoms of problematic cellular phone use CPU; 2 to examine the associations between the symptoms of problematic CPU, functional impairment caused by CPU and the characteristics of CPU; 3 to establish the optimal cut-off point of the number of symptoms for functional impairment caused by CPU; and 4 to examine the association between problematic CPU and depression in adolescents. A total of 10,191 adolescent students in Southern Taiwan were recruited into this study. Participants' self-reported symptoms of problematic CPU and functional impairments caused by CPU were collected. The associations of symptoms of problematic CPU with functional impairments and with the characteristics of CPU were examined. The cut-off point of the number of symptoms for functional impairment was also determined. The association between problematic CPU and depression was examined by logistic regression analysis. The results indicated that the symptoms of problematic CPU were prevalent in adolescents. The adolescents who had any one of the symptoms of problematic CPU were more likely to report at least one dimension of functional impairment caused by CPU, called more on cellular phones, sent more text messages, or spent more time and higher fees on CPU. Having four or more symptoms of problematic CPU had the highest potential to differentiate between the adolescents with and without functional impairment caused by CPU. Adolescents who had significant depression were more likely to have four or more symptoms of problematic CPU. The results of this study may provide a basis for detecting symptoms of problematic CPU in Persatuan Guru Republik Indonesia PGRI Dalam Peningkatan Mutu Guru Di IndonesiaW BenjaminBenjamin, W. 2019. Kiprah Persatuan Guru Republik Indonesia PGRI Dalam Peningkatan Mutu Guru Di Indonesia. [UIN Syarif Hidayatullah Jakarta].Jumlah Guru Layak Mengajar di Indonesia Naik 9Cindy MutiaCindy Mutia Annur. 2021. Jumlah Guru Layak Mengajar di Indonesia Naik 9,60% pada Tahun Ajaran 2020/2021. Databoks. Profesi Keguruan Pada Era Revolusi Industri 4Fatkhul MubinFatkhul Mubin. 2020. Tantangan Profesi Keguruan Pada Era Revolusi Industri İnternet Ve Video Oyunlari Arasinda ÇocuklarY IscibasiIscibasi, Y. 2011. Bilgisayar, İnternet Ve Video Oyunlari Arasinda Çocuklar. Selçuk İletişim, 71, Dan Harapan Pembelajaran Jarak Jauh Di Masa Pandemi Covid 19A KahfiKahfi, A. 2020. Tantangan Dan Harapan Pembelajaran Jarak Jauh Di Masa Pandemi Covid 19. Dirasah, 032, Kominfo dan UNICEF Mengenai Perilaku Anak dan Remaja Dalam Menggunakan InternetKementrian KominfoKementrian Kominfo. 2014. Riset Kominfo dan UNICEF Mengenai Perilaku Anak dan Remaja Dalam Menggunakan Internet. Siaran Pers to Teach Using ICT in the Secondary School A Companion to School Experience A companion to school experience. Learing to Teach Using ICT in the Secondary School A Companion to School ExperienceM LeaskN PachlerLeask, M., & Pachler, N. 2013. Learing to Teach Using ICT in the Secondary School A Companion to School Experience A companion to school experience. Learing to Teach Using ICT in the Secondary School A Companion to School Experience, January 2014, 1-260. Jarak Jauh Era Covid-19Siagian MulyanaN BasidA SaimrohR SovitrianaN HabibahJ SaepudinM A MaimunahMuaripinC N OktavianMulyana, Siagian, N., Basid, A., Saimroh, Sovitriana, R., Habibah, N., Saepudin, J., Maimunah, M. A., Muaripin, & Oktavian, C. N. 2020. Pembelajaran Jarak Jauh Era Covid-19. In Litbangdiklat Press. Hukum Bagi Anak Akibat Konten Kekerasan Yang Terdapat Dalam Situs YoutubeNabillaNabilla. 2016. Perlindungan Hukum Bagi Anak Akibat Konten Kekerasan Yang Terdapat Dalam Situs Youtube. LEX JOURNAL Kajian Hukum & Keadilan, 41, Bahan Ajar Digital Dan Aplikasinya Dalam Model Siklus Pembelajaran 5E Learning Cycle 5E Terhadap Aktifitas Dan Hasil Belajar Siswa Kelas VII DI SMP Negeri 10 Probolinggo Tahun PelajaranI RatiyaniW SubchanS HariyadiRatiyani, I., Subchan, W., & Hariyadi, S. 2014. Pengembangan Bahan Ajar Digital Dan Aplikasinya Dalam Model Siklus Pembelajaran 5E Learning Cycle 5E Terhadap Aktifitas Dan Hasil Belajar Siswa Kelas VII DI SMP Negeri 10 Probolinggo Tahun Pelajaran 2012/2013. Pancaran, 31, dan Strategi Guru di Era Revolusi Industri dalam Meningkatkan Kualitas PendidikanD RetnaningsihRetnaningsih, D. 2019. Tantangan dan Strategi Guru di Era Revolusi Industri dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan. Prosiding Seminar Nasional Kebijakan Dan Pengembangan Pendidikan Di Era Revolusi Industri September, Phone Survey Standardization and Examination of Relation with Personality CharacteristicsO M SeviSevi, O. M. 2014. Mobile Phone Survey Standardization and Examination of Relation with Personality Characteristics. Bağımlılık Dergisi, 90212, Guru-Guru Penggerak Dalam Pengembangan Bahan Ajar Digital Interaktif Untuk Mengoptimalkan Proses BelajarB H SiregarA MansyurSiregar, B. H., & Mansyur, A. 2021. Pendampingan Guru-Guru Penggerak Dalam Pengembangan Bahan Ajar Digital Interaktif Untuk Mengoptimalkan Proses Belajar. Seminar Nasional Pengapdian Kepada Masyarakat, September, up in a digital world benefits and risks. The Lancet Child and Adolescent HealthThe Lancet Child & Adolescent Health. 2018. Growing up in a digital world benefits and risks. The Lancet Child and Adolescent Health, 22, 90. disintegrasi bangsa melalui pemanfaatan media sosialYanuardi LonggoYanuardi Longgo. 2017. Ancaman disintegrasi bangsa melalui pemanfaatan media sosial. Jurnal Transformasi Sosial, 11, Kebijakan Organisasi PGRI dalam Mengembangkan Profesionalisme Guru Di Kecamatan Wagir Kabupaten MalangL YuniastutikYuniastutik, L. 2015. Implementasi Kebijakan Organisasi PGRI dalam Mengembangkan Profesionalisme Guru Di Kecamatan Wagir Kabupaten Malang. Jurnal Pendidikan, 11, 30.
Apalagisebagian besar guru - guru tidak lahir di era digital. Kami para guru yang lahir sebelum digital marak disebut digital immigrant [2]. Yaitu mereka yang lahir diatas tahun 80 - an sehingga tidak menguasai teknologi atau baru mengenal teknologi setelah dewasa. Sehingga para guru sering gagap teknologi karena sangat canggung dengan teknologi.
Pendahuluan Revolusi industri gelombang keempat adalah tren terbaru teknologi yang sedemikian rupa canggihnya, yang berpengaruh besar terhadap proses produksi pada sektor manufaktur. Teknologi canggih tersebut termasuk di dalamnya adalah kecerdasan buatan, perdagangan elektronik, big data, teknologi finansial, ekonomi berbagi, hingga penggunaan robot. Era macam inilah yang sedang kita hadapi dan diperbincangkan yang kita kenal dengan era industri Digitalisasi sudah mengkontaminasi semua aspek klehidupan sekarang ini, asset atau kekayaan seseorang tidak harus dalam bentuk asset riil karena sekarang sudang ada asset digital misalnya uang digital, kepemilikan saham digital dan lainnya, saat ini, kita sedang berada di era di mana perusahaan ojek, tidak mempunyai kendaraan. Toko baju, elektronik, dan sebagainya, tetapi sebagai penjual tidak perlu mempunyai atau stok barang-barang tersebut. Modal dan biaya produksi di era informasi sudah berubah. Artinya, orang kaya saat ini bisa dimiliki oleh orang yang hanya perlu sedikit lahan, sedikit tenaga kerja, dan juga modal biaya yang juga sedikit. Era inilah yang disebut sebagai era digital atau era informasi. Era yang memunculkan pemuda enterpreuner seperti Nadiem Makarim, CEO Gojek, Ahmad Zaky, CEO Bukalapak, Abdul Wahab CEO Santri Online, Adamas Belva Syah Devara CEO Ruang Guru yang didirikan tahun 2014 dan menjadi startup teknologi dengan misi pendidikan dan lain sebagainya. Era ini akrab dengan penghuninya, yaitu generasi milenial. Di tangan Milenial, dunia berubah dari tangan Mark Zuckerberg, Facebook lahir dan menjelma menjadi salah satu media sosial terbesar paling berpengaruh yang pernah ada. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Digitalisasi Guru Tantangan Ngajar di Era MilenialUjang SuhermanUniversitas Pendidikan IndonesiaPendahuluan Revolusi industri gelombang keempat adalah tren terbaru teknologi yangsedemikian rupa canggihnya, yang berpengaruh besar terhadap proses produksi padasektor manufaktur. Teknologi canggih tersebut termasuk di dalamnya adalahkecerdasan buatan, perdagangan elektronik, big data, teknologi finansial, ekonomiberbagi, hingga penggunaan robot. Era macam inilah yang sedang kita hadapi dandiperbincangkan yang kita kenal dengan era industri sudah mengkontaminasi semua aspek klehidupan sekarang ini, assetatau kekayaan seseorang tidak harus dalam bentuk asset riil karena sekarang sudangada asset digital misalnya uang digital, kepemilikan saham digital dan lainnya, saat ini,kita sedang berada di era di mana perusahaan ojek, tidak mempunyai kendaraan. Tokobaju, elektronik, dan sebagainya, tetapi sebagai penjual tidak perlu mempunyai ataustok barang-barang tersebut. Modal dan biaya produksi di era informasi sudah orang kaya saat ini bisa dimiliki oleh orang yang hanya perlu sedikit lahan,sedikit tenaga kerja, dan juga modal biaya yang juga sedikit. Era inilah yang disebutsebagai era digital atau era informasi. Era yang memunculkan pemuda enterpreunerseperti Nadiem Makarim, CEO Gojek, Ahmad Zaky, CEO Bukalapak, Abdul WahabCEO Santri Online, Adamas Belva Syah Devara CEO Ruang Guru yang didirikan tahun2014 dan menjadi startup teknologi dengan misi pendidikan dan lain sebagainya. Era iniakrab dengan penghuninya, yaitu generasi milenial. Di tangan Milenial, dunia berubahdari tangan Mark Zuckerberg, Facebook lahir dan menjelma menjadi salah satu mediasosial terbesar paling berpengaruh yang pernah dikutip dari artikel Tirto, Generasi Milenial, yang juga punya nama lainGenerasi Y, adalah kelompok manusia yang lahir di atas tahun 1980-an hingga Hasanuddin Ali dan Lilik Purwandi 2017 dalam bukunya Millennial Nusantaramenyebutkan bahwa Generasi milenial adalah mereka yang lahir antara tahun 1982 sampai dengan tahun 2002. Sementara para peneliti sosial dalam negeri lainnyamenggunakan tahun lahir mulai 1980-an sampai dengan tahun 2000-an untukmenentukan generasi milenial Mengenal Generasi Milenial, 2015.Generasi milenial adalah generasi yang pernah melewati milenium kedua sejakteori generasi ini diembuskan pertama kali oleh Karl Mannheim pada 1923. Dalam esaiberjudul The Problem of Generation, sosiolog Mannheim memperkenalkan teorinyatentang generasi. Menurutnya, manusia-manusia di dunia ini akan saling memengaruhidan membentuk karakter yang sama karena melewati masa sosio-sejarah yang manusia-manusia zaman Perang Dunia II dan manusia pasca-PD II pastimemiliki karakter yang berbeda, meski saling memengaruhi. Berdasarkan teori itu, parasosiolog—yang bias Amerika Serikat—membagi manusia menjadi sejumlah generasiGenerasi Era Depresi, Generasi Perang Dunia II, Generasi Pasca-PD II, Generasi BabyBoomer I, Generasi Baby Boomer II, Generasi X, Generasi Y alias Milenial, laluGenerasi sosial-cum-demograf Mark McCrindle dari grup peneliti McCrindle adalahorang pertama yang membuka topik ini tentang nama generasi yang lahir di abad makalah Beyond Z Meet Generation Alpha, ia mengungkapkan, generasiberikutnya akan dinamai sesuai abjad. Itu sebabnya mereka yang lahir setelahGenerasi Z akan dipanggil Generasi A alias Generasi Alfa. Tahun kelahirannya dimulaidari 2010. Menurut McCrindle, Generasi Alfa—yakni anak-anak dari Generasi Milenial—akan menjadi generasi paling banyak di antara yang pernah ada. Sekitar 2,5 jutaGenerasi Alfa lahir setiap minggu. Membuat jumlahnya akan bengkak menjadi sekitar 2miliar pada 2025. Generasi ini juga akrab disebut dengan istilah Google KidsTiga generasi ini – Generasi Y atau Milenial, Generasi Z atau Digital Native, danGenerasi Alfa atau Google Kids- yang secara serius sedang menghadapi era revolusidigital. Karakter generasi ini memiliki kecenderungan jauh lebih tinggi terhadapteknologi dari generasi sebelumnya. Bisa dikatakan, teknologi menjadi sebuahketergantungan. Lalu, apakah masyarakat kita sudah siap menyambut hal itu?Pertanyaan itu sudah selayaknya dilayangkan kepada pendidikan. PembahasanGuru VS Digitalisasi GuruSekolah adalah pintu terdepan menuju kehidupan bermasyarakat dalam proses pembelajaran membawa dampak padakeberhasilan dalam kehidupan nyata, ungkapan itu sering kita dengar dari seorangguru. Namun, realitasnya disparitas antara Generasi X dengan tiga generasisesudahnya masih muncul jurang pemisah. Guru yang didominasi oleh generasisebelum milenial masih meyakini bahwa hal-hal yang pernah mereka dapatkan di masapendidikannya dahulu bisa menjadikan mereka sebagai orang yang berhasil. Asumsiyang melekat seperti itu membuat pola berpikir lingkungan sekolah terpenjara olehteknologi itu sendiri, sedangkan sekolah seharusnya menjadi miniatur masyarakatdengan segala macam bentuknya. Padahal, sahabat Ali bin Abi Thalib RA pernahberpesan “Wahai kaum muslimin, didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannyakarena mereka hidup bukan di zamanmu”.Sekolah sudah harus siap menyambut kedatangan revolusi digital. Pembelajarandalam era digital, dimana seorang guru membuat rekaman pembelajaran tentang babyang akan dibahas kemudian di bagikan di media sosial atau internet, pembelajarantutorial, bahkan sampai ada situs yang khusus memberikan pembelajaran melaluionline seperti ruang siswa dapat menyimak pembelajaran tanpa harus terikatoleh waktu dan lama pembelajaran bisa ditentukan oleh siswa, ini sebuah contohtentang inovasi model pembelajaran. Dan ternyata cara inovasi pembelajaran melalui internet menjadi fenomena yangtersendiri dalam pengembangan pembelajaran karena siswa dapat belajar sesuaidengan yang di inginkannya dan teknik penyampaiannya bisa lebih lugas dan gamblangserta mudah dimengerti oleh siswa. Fenomena ini, kiranya menjadi tantangan bagiguru. Guru yang tidak adaptif terhadap perkembangan teknologi dan globalisasiinformasi akan merasa kesulitan dalam melakukan pembelajaran di era sekarangterlebih guru yang mengajar siswa di generasi internet atau di generasi alpha yangmemiliki kecerdasan melebihi kecerdasan generasi terdahulu. Mungkinkah guru akandigantikan oleh teknologi ? Jika guru tidak mempersiapkan kedatangan revolusi digital itu, bukan hanyadikalahkan oleh teknologi, guru juga akan dikalahkan oleh anak didiknya. Lihatlahkedekatan generasi Z dan Alpha dengan teknologi. Dari sejak dalam kandungan,mereka sudah akrab dengan kamera ibu yang hobi swafoto. Bahkan, ketika anakmereka lahir, anak-anak itu sudah dibuatkan akun media sosial untuk menyimpan foto-foto dan beberapa hal lainnya. Hasilnya, fenomena kecanduan gawai sudah tidak asinglagi. Anak-anak lebih memilih curhat dengan media sosialnya daripada dengan orangtuanya. Bahkan, anak-anak lebih mendengarkan gawai daripada omongan yang muncul, bagaimana seorang guru bersikap dalam menghadapiera digital seperti saat ini? Guru dan institusi pendidikan harus mempersiapkankedatangan generasi baru itu. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 4 hal yang perludiperhatikan pendidikan dalam menyambut generasi digital. Pertama, kenali siswa lebihdalam. Kedua, inovasi paradigma pembelajaran. Ketiga, inovasi manajemen menciptakan ekosistem yang mengenal siswa lebih dalam adalah dasar dari seorang guru. Denganmembaca tentang fenomena munculnya generasi dari Baby Boomers sampai generasiGoogle Kids di atas, hal itu sudah menjadi langkah awal untuk mengetahui bahwazaman berubah. Pendidik sudah seharusnya mengetahui karakteristik siswa abad tidak bisa memaksakan siswa untuk kembali ke masa di mana guru dilahirkan danditempa. Guru yang sepatutnya memiliki karakter guru abad 21 mengikutiperkembangan zaman siswanya. Keterampilan abad 21 yaitu mampu memahami danmemanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi ICT Literacy Skills yang terdiri dari1 melek teknologi dan media; 2 melakukan komunikasi efektif; 3 berpikir kritis; 4memecahkan masalah; dan 5 berkolaborasi. Kedua, inovasi paradigma pembelajaran yang dapat dilakukan yaitupengembangan pembelajaran otentik. Merujuk pengertian pembelajaran dalamUndang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 mendefinisikan bahwa“Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumberbelajar pada suatu lingkungan belajar”. Lingkungan belajar abad 21 perlu dikembanganmelalui sistem instruksional yang harus mempertimbangkan konteks lingkungan eksternalnya yang lebih luas dari sekedar lingkup kelas atau sekolah. Artinya, guru disekolah harus menciptakan tujuan pembelajaran yang mampu membangun kompetensipeserta didik yang sesuai dengan kebutuhan di masa sebelumnya kita mengenal model pembelajaran Contextual TeachingLearning CTL yaitu belajar dari hal-hal yang nyata, kali ini siswa perlu kita ajak untukbelajar dari kenyataan, bukan hanya hal-hal yang nyata saja. Hal itu karena revolusidigital tidak hanya dalam bentuk fisik, tetapi juga cara berpikir, yaitu melakukan hal-halbaru dengan cara-cara baru yang sepenuhnya memanfaatkan kekuatan teknologi danmedia. Belajar bukan berdasarkan mata pelajaran, tetapi berbasis perlu adanya redefinisi manajemen kelas. Paradigma pendidikan eramilenial mendorong kesetaraan antara guru dan siswa dalam hal mengelola informasipembelajaran. Jika saat ini masih berkeyakinan bahwa guru sebagai sumber belajar, itusalah besar. Mungkin benar guru akan digantikan oleh teknologi, tetapi tidaksepenuhnya. Teori Benyamin S. Bloom yang masih digunakan di Indonesia sampai saatini yaitu kategori kognitif, afektif, dan psikomotorik belum sepenuhnya dapat diajarkanoleh teknologi. Afektif dan psikomotorik menjadi kategori yang masih dan akan tetapperlu campurtangan seorang dahulu guru dianggap sebagai fasilitator, sepertinya saat ini guru harusbertransformasi menjadi pemimpin dalam proses pendidikan di kelas. Walaupun kalahdengan mesin dan anak-anak didiknya sendiri, namun ada yang tidak bisa digantikandari peran seorang guru, yakni sikap keteladanan beserta turunannya, seperti empati,kasih sayang, kepedulian, dan sifat-sifat terpuji lainnya. Dari keteladanan inilah gurumasih bisa mempengaruhi dan mampu mendidik siswa. Siswa bisa berkembangdengan diberi kepercayaan dan kesempatan untuk memimpin. Maka kepemimpinanguru sebagai inti dari manajemen kelas adalah kemampuan untuk berbagi tanggungjawab kepemimpinan dengan semua budaya literasi menjadi prasyarat Abad 21 yang perlu SDM yang literat merupakan usaha pokok untuk meningkatkan kapasitasseseorang dalam produksi berbasis informasi. Menurut Tilaar 19994, yang dituntutdalam masyarakat abad 21 ialah sumber daya manusia yang unggul yang terusmenerus dapat bertahan di dalam sebuah persaingan atau masyarakat yang kompetitif dan menuntut kualitas kehidupan baik dalam produk maupun pelayanan di dalamkehidupan milenial mempunyai rasa ingin tahu yang besar dan juga rasa inginberbagi yang besar pula. Hal itu terlihat dari maraknya persebaran hoaks di masyarakatyang sudah merusak tatanan masyarakat. Motif seseorang menyebarkan hoaks padadasarnya ingin memberi tahu kepada orang lain tentang informasi baru dan ia inginmenjadi orang pertama yang menyebarkan informasi itu. Namun, jika tidak dibarengidengan budaya literasi yang baik, maka nalar kritis siswa tidak dengan literasi, Tajuk Rencana Kompas mengutip dari data Badan PusatStatistik mencatat ada penurunan jumlah buta aksara pada usia 15-59 tahun. Padatahun 2004 masih ada 15,4 juta penduduk yang buta aksara atau 10,2 persen darijumlah penduduk, sedangkan pada 2010 jumlahnya turun menjadi 7,54 juta jiwa atau5,02 persen dari jumlah penduduk. Pada tahun 2017, jumlah ini turun lagi menjadi 3,4juta jiwa atau 2,04 persen dari jumlah penduduk. Masalahnya, hasil penelitianPerpustakaan Nasional tahun 2017 menunjukkan, frekuensi membaca orang Indonesiahanya 3-4 kali per minggu dengan lama waktu membaca per hari 30-59 menit. Tidaksampai satu jam. Waktu membaca ini jauh di bawah UNESCO, yakni 4-6 jam per jumlah buku yang ditamatkan masyarakat Indonesia hanya 5-6 buku kondisi tersebut tidak mencerminkan untuk generasi milenial, generasi zdan generasi alpha karena kecendrungan literasi mereka kepada media informasielektronik lebih tinggi dibanding literasi konvensional dengan sosial dan internet memiliki sisi negatif yang harus diwaspadai, salahpenggunaan akan berakibat fatal dan merugikan, penyebaran informasi sangat denganmudah, perlu ada sikap bijaksana dalam pengelolaan informasi yang bersumber darimedia sosial dan internet, data atau informasi tidak seluruhnya benar bahkan mediainformasi digital ini dijadikan alat untuk menyebar berita bohong hoaks dan ujarankebencian yang mengakibatkan terjadinya krisis sosial di masyarakat . Oleh karena itu,ekosistem literasi perlu dibangun bukan hanya di sekolah, tetapi keluarga danmasyarakat. Membangun ekosistem yang literat meliputi masyarakat yang peduli,sekolah bersinergi, dan didukung keluarga yang harmonis. Implementasi sekolahberbasis masyarakat menjadi landasan berpikir dalam membangun budaya literat ini, begitupun dengan peran guru sebagai fasilitator literasi sehat. Saat dunia tengahberubah menuju era kehidupan berbasis kecerdasan artifisial, maka literasi, dalamartian yang luas, merupakan kecakapan untuk bertahan menghadapi tantangan disrupsitotal yang diprediksi akan terjadi pada dekade ketiga abad tetap pendidikan walaupun berubah jaman pendidikan memegangperan penting dalam pengembangan intelegensi dan martabat bangsa, pendidikanindonesia yang sarat dengan norma dan akidah tetap harus dipertahankan, jangansampai teknologi membentuk akhlak yang tidak baik dan ini perlu peran serta danbimbingan dari seorang guru. Jangan sampai pendidikan sebagai teknik dipercanggih,tetapi pendidikan sebagai etik diterbelakangkan. Guru, sebagai pilar keteladanan bagisiswa tidak dapat digantikan oleh teknologi, karena pendidikan bukan hanya mencetakgenerasi yang berperadaban, tetapi juga generasi yang berkeadaban. Berkeadabaninilah sosok guru diperlukan sebagai mata air keteladanan. Karena guru yang baikbukan yang sekedar pintar, tapi yang mampu memberi inspirasi dan Guru Di Era MilenialGuru masih memegang peran penting yang sangat diperlukan dalam membekalidan membentuk kepribadian anak didik di era digital ini dan menjadikan tantanganyang semakin berat. Berikut ini beberapa kriteria guru di era digital Pertama, guru-guru yang lahir pada era generasi x dan sebelumnya harusmengajar mereka yang lahir pada era berikutnya. Tidak bisa tidak, setiap guru wajibmengikuti perkembangan teknologi. Guru tidak boleh lagi gagap teknologi. Komputerdan gawai harus sudah menjadi keseharian para guru. Media sosial dan berbagaisumber informasi maupun sosialisasi juga harus dipahami para guru sehingga dalamguru akan kaya dengan materi maupun metode pembelajaran. Siswa pun tidak akanmenganggap remeh selain menguasai perkembangan teknologi, guru dituntut jugamemahami kecenderungan yang terjadi terkait perubahan teknologi. Revolusi industripertama ditandai kemunculan mesin menggantikan tenaga manusia dan kedua ditandai dengan kemunculan pembangkit tenaga listrik dan motorpembakaran hingga muncullah pesawat telepon, mobil, pesawat terbang dan sebagainya. Generasi ketiga ditandai dengan kemunculan teknologi digital daninternet. Pada revolusi industri generasi keempat ditandai dengan kemunculansuperkomputer, robot pintar, rekayasa genetika dan perkembangan neuroteknologiyang memungkinkan manusia untuk lebih mengoptimalkan fungsi otak. Muncul pola-pola baru ketika disruptif teknologi hadir begitu cepat dan mengancam keberadaanpola mengikuti perkembangan hasil kemajuan teknologi, guru bakal mampumemberikan sudut pandang, alternatif, bahkan solusi kepada para peserta didik. Disinilah peran guru yang tidak tergantikan oleh tantangan yang tak kalah penting dari para guru adalah bagaimanamenjaga karakter kebangsaan yang potensial terkikis oleh berbagai ideologi mulaidari hedonisme hingga radikalisme yang tidak sesuai dengan Pancasila dan serta nilai-nilai Pancasila lainnya justru sangat strategis ditularkan oleh gurukepada ditengarai sudah muncul guru agama yang tidak mengajarkan toleransi,pentingnya hidup berdampingan secara damai, dan nilai-nilai Pancasila sebagaifondasi kehidupan negara. Pada diri siswa ditanamkan nilai-nilai eksklusif, bahwa diluar kayakinannya adalah media sosial, guru malah ikut serta dalam gelombang ujaran kebencian atauikut serta menyebarkan berita bohong. Intoleransi telah menyebar bukan hanya padawarga biasa yang minim pendidikan, melainkan juga mereka yang terpelajar,termasuk para guru. Karena itu, pemerintah harus memastikan bahwa setiap guru,apa pun mata pelajarannya, memiliki wawasan kebangsaan. Toleransi dan wawasankebangsaan harus ditanamkan pada para siswa oleh setiap guru dan institusi pendidikan harus siap menyambut generasi digital,setidaknyaada 4 hal yang perlu diperhatikan dunia pendidikan dalam menyambut generasi kenali siswa lebih dalam. Kedua, inovasi paradigma pembelajaran. Ketiga,inovasi manajemen kelas. Keempat, menciptakan ekosistem yang literat. Membekali dan membentuk kepribadian anak didik menjadikan tantangan gurudi era digital ini dengan peran teknologi yang bisa menggantikan posisi guru karenaitu seorang guru harus melakukan pembelajaran yang menyesuaikan perkembanganjaman, guru dituntut juga memahami kecenderungan yang terjadi terkait perubahanteknologi, guru bakal mampu memberikan sudut pandang, alternatif, bahkan solusikepada para peserta didik. Di sinilah peran guru yang tidak tergantikan jamannya, seorang guru tetap seorang guru yang menjadisuritauladan muridnya, yang menjadi sumber inspirasi dan gudang jawaban dariseribu jawaban muridnya, karena itu image guru harus tetap dijaga dan dikultuskankesuciannya. Jangan karena tenologi guru hilang martabat dan harga Pustaka1. Uno, kependidikan problema,solusi dan reformasi pendidikan di Indonesia,Jakarta Aksara2007.1462. Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam Tradisi Dan Modernisasi Di Tengah Tantangan Milenium III. Jakarta Kencana Prenada Media Group, Tilaar Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Indonesia. Magelang Ali, H., & Lilik Purwandi. 2017. Millennial Nusantara Pahami Karakternya, Rebut Simpatinya. Jakarta PT Gramedia Pustaka 6. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this has not been able to resolve any references for this publication.
Erainilah yang disebut sebagai era digital atau era informasi. Era yang memunculkan pemuda enterpreuner seperti Nadiem Makarim, CEO Gojek, Ahmad Zaky, CEO Bukalapak, Abdul Wahab CEO Santri Online › Pembelajaran di era digital tidak hanya bertujuan agar siswa dapat menguasai materi pembelajaran tetapi juga menyiapkan siswa menghadapi zamannya, abad ke-21. Guru harus disiapkan untuk memenuhi tuntutan itu. MELATI MEWANGI UNTUK KOMPAS Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMA Kolese Gonzaga, R Himawan Santanu, saat menunjukkan teknologi digital dalam situs laman sekolah yang bisa diakses para siswa dan guru, Selasa 9/10/2018, di KOMPAS — Pembelajaran pada era digital bukan hanya bagaimana guru menguasai teknologi digital untuk pembelajaran. Lebih dari itu, guru bagaimana menyiapkan siswa memenuhi tuntutan zamannya. Ini menjadi tantangan bagi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan untuk menyiapkan calon guru yang bisa menjawab kebutuhan Pendidikan Tenaga Kependidikan LPTK dituntut menyiapkan calon guru yang tidak hanya mampu membelajarkan siswa untuk menguasai materi, tetapi juga mampu menyiapkan siswa untuk menguasai kecakapan abad ke-21. Karena itu, dibutuhkan desain pendidikan guru yang bisa menjawab perkembangan dan tuntutan tersebut. Ini tantangan besar pendidikan guru ke depan, bagaimana menyiapkan guru untuk mengembangkan soft skill siswa. Uwes Anies Chaeruman”Ini tantangan besar pendidikan guru ke depan, bagaimana menyiapkan guru untuk mengembangkan soft skill siswa,” kata Uwes Anies Chaeruman, dosen Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan UNJ dalam diskusi daring yang diselenggarakan Ikatan Alumni Universitas Negeri Jakarta, Rabu 24/2/2021.Uwes mengatakan, paling tidak ada 10 kecakapan abad ke-21. Ini mulai dari kemampuan pemecahan masalah yang kompleks, pemikiran kritis, kreatif, kemampuan manajerial, kolaborasi, kecerdasan emosional, fleksibilitas kognitif, kemampuan negosiasi, berorientasi pada pelayanan, hingga kemampuan pengambilan tuntutan-tuntutan tersebut, kata Uwes, guru tidak cukup menguasai pengetahuan pedagogik dan pengetahuan konten, tetapi juga pengetahuan teknologi. Namun, yang paling penting, bagaimana guru mengombinasikan dan menerapkan ketiga pengetahuan itu secara holistik dalam pembelajaran. Ini tantangan untuk desain ulang pendidikan juga Menyiapkan Generasi Muda untuk Masa DepanMenyiapkan guru pada era digital, menurut Prof Tian Belawati dari Universitas Terbuka, yang pertama kali perlu diketahui LPTK bukan apa yang harus diajarkan guru, melainkan siapa yang akan diajar oleh guru. Lulusan LPTK saat ini akan mengajar generasi Alpha, Beta, dan sebagainya atau anak-anak yang lahir setelah 2010.”Mereka yang lahir setelah tahun 2010 adalah generasi yang perkembangan keterampilannya dibentuk dari segala sesuatu yang sifatnya digital. Mereka yang begitu lahir kenal smartphone telepon pintar dan ipad papan sabak digital,” kata Karakteristik generasi Alpha. Sumber paparan Prof Tian Belawati dari Universitas Terbuka dalam diskusi daring yang diselenggarakan Ikatan Alumni Universitas Negeri Jakarta, Rabu 24/2/2021.Karakterisktik digitalMendidik generasi Alpha, kata Tian, harus memperhatikan karakterisktik mereka yang lahir dan besar pada era digital. Mereka menggunakan teknologi bukan hanya sebagai alat, melainkan bagian dari kehidupan mereka, termasuk cara belajar dan cara mendemonstrasikan hasil belajar.”Mereka juga mengharapkan pembelajaran yang sangat personalisasi. Belajar ini untuk apa. Mereka senang belajar, tetapi mengharapkan pengalaman langsung, bukan pembelajaran di kelas yang berpusat pada guru dan materi yang dipelajari,” kata itu, mendidik generasi Alpha membutuhkan strategi pembelajaran baru yang memicu pembelajaran mendalam. Selain itu juga pembelajaran yang memacu cara berpikir kritis dan kemampuan memecahkan masalah, fleksibel, serta penggunaan teknologi digital dan visual yang bisa memacu imajinasi tersebut, kata Tian, akan berimplikasi pada kompetensi guru yang harus dikembangkan dan bagaimana pendidikan guru dikembangkan di LPTK. Calon guru harus disiapkan untuk memahami konsep pembelajaran di era digital, serta terampil membangkitkan pembelajaran mendalam untuk memicu pemikiran kritis dan kemampuan menyelesaikan masalah pada senada dikatakan Agus Putranto, Direktur Binus Online Learning. Dia mengatakan, penguasaan teknologi saja tidak cukup bagi guru untuk melakukan pembelajaran daring. Guru harus menguasai metode pembelajaran daring agar proses pembelajaran menarik dan menguasai pembelajaran di era digital, kata Uwes, calon guru membutuhkan pengalaman. Ini dapat dilakukan dengan sejak dini menerjunkan mereka dalam praktik nyata di sekolah-sekolah yang menjadi mitra juga Memetakan Kualitas Pendidikan”LPTK dan PPG Pendidikan Profesi Guru juga harus memiliki contoh-contoh praktik pembelajaran yang baik di setiap matapelajaran. Ini PR besar bagi LPTK dan PPK,” kata output atau hasil pendidikan, menurut Uwes, desain baru pendidikan guru juga harus memperhatikan input atau calon mahasiswa. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyebutkan guru profesional, karena itu calon yang direkrut pun harus calon terbaik dan dosen atau instrukturnya pun yang terbaik pula. EditorAloysius Budi Kurniawan
Gurusebagai ujung tombak di sekolah pada era ini dan era selanjutnya ditantang untuk melakukan akselerasi terhadap perkembangan TIK yang dapat mengubah infromasi baik yang tadinya berwujud tulisan, gambar, maupun suara menjadi wujud kumpulan lambang bilangan 0 dan 1, yang sering disebut digital. Dalam bentuk baru semacam ini informasi tersebut

Abstrak Kecepatan arus informasi yang sangat memungkinkan anak mengetahui sesuatu lebih cepat dari apa yang didapat dibangku sekolah. Bahkan mungkin pula ada banyak hal yang dapat diketahui yang sebenarnya belum waktunya untuk diketahui, mereka mendapatkan informasi dari Google. Kecepatan informasi sebagai akibat kemajuan teknologi informasi tersebut akan mempengaruhi pola kehidupan manusia pada umumnya dan khususnya bagi dunia pendidikan khususnya guru. Di era kemajuan teknologi informasi yang tidak terbatas ruang dan waktu seperti sekarang ini, dapat memungkinkan strategi belajar berpusat kepada siswa, mendorong siswa belajar kreatif dan mandiri, bersiap dalam persaingan global. Pembelajaran berbasis e-learning memberikan keuntungan tersendiri dalam budaya belajar. Pendidik Guru harus mampu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, memfasilitasi pembelajaran, memahami belajar dan hal hal yang dibutuhkan dalam pembelajaran. Kemajuan teknologi informasi memberikan peluang dan tantangan yang begitu besar bagi guru untuk terus meningkatkan kompetensinya. Kompetensi guru secara utuh terdiri dari kompetensi pedagogic, kompetensi kepribadian, kompetensi social dan kompetensi keprofesionalan harus terus ditingkatan untuk dapat menjawab tantangan global saat ini. Beberapa upaya yang harus dilakukan dalam menghapi  tantangan pendidik di era milenial ini yaitu diantaranya guru tidak boleh gagap teknologi, memahami kecenderungan yang terjadi terkait Perubahan teknologi informasi. 

Semogatulisan dari penulis tentang Tantangan dan solusi bagi Guru pembelajar di era digital dapat dipahami, dan bisa diprektikan dalam rangka mengantarkan peserta didik agar mampu menghadapi era 4.0 yang tentu juga tidak melupan akhlak (etika) yang baik kepada gurunya, intinya peserta didik mampu menguasai IPTEK juga IMTAQ.

Jakarta ANTARA - Pandemi COVID-19 telah memaksa para guru untuk mengubah pola mengajar. Jika sebelumnya dilakukan secara konvensional atau tatap muka maka pandemi “memaksa” mereka memanfaatkan teknologi dalam menyampaikan pembelajaran melalui dunia sedikit para guru yang “gagap” dengan mendadaknya peralihan pola pembelajaran dari yang biasa dilakukan di sekolah menjadi di rumah. Menyadari hal itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melakukan sejumlah upaya dalam membantu guru menghadapi transformasi digital. Langkah awal yang diluncurkan Kemendikbud, melalui laman Guru Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud, Iwan Syahril, mengatakan laman itu menjadi ruang bagi guru untuk saling berbagi semangat positif dan strategi pembelajaran yang kreatif, sehingga mereka tetap dapat melakukan proses pembelajaran yang berkualitas dan menyenangkan, sembari membantu sesama yang masih beradaptasi dalam situasi sulit. Melalui laman tersebut, para guru berbagi praktik, baik pembelajaran selama masa pandemi, seperti rencana pelaksanaan pembelajaran RPP yang efektif. Program lainnya dalam membantu guru beradaptasi, yakni Program Guru Penggerak, Program Organisasi Penggerak, hingga Program Guru Belajar Seri Masa Pandemi COVID-19. “Melalui Guru Belajar tersebut, guru dilatih untuk melakukan pembelajaran secara daring sehingga dapat menciptakan pembelajaran yang menyenangkan selama masa pandemi COVID-19,” katanya. Iwan mengakui situasi pandemi COVID-19 membuat pembelajaran menjadi tidak mudah. Transformasi pembelajaran digital sebenarnya sudah dicanangkan sejak lama. Namun, tidak terlaksana dengan baik. Pandemi COVID-19 mempunyai sisi positif, yakni mempercepat transformasi digital pada proses pembelajaran. Seluruh guru mau tak mau harus belajar dan mengakrabi teknologi. Para guru mesti memiliki mental pembelajar sepanjang hayat agar dapat adaptif dengan segala kondisi. Sebagai Dirjen GTK yang baru diangkat pada Mei 2020, Iwan mengatakan tantangan utama mengubah pola pikir guru yang sebelumnya pembelajaran berpusat pada guru menjadi pada siswa. "Semua kebijakan pendidikan, semua program pendidikan, harus diukur dari keberhasilannya dalam memberikan layanan yang semakin baik terhadap murid dan keberhasilannya dalam meningkatkan hasil belajar murid," pendidikan berpusat kepada murid, disebut dia, sudah dicanangkan Bapak Pendidikan Indonesia Ki Hajar Hajar Dewantara berpesan bahwa semua pemangku kepentingan dalam pendidikan haruslah bebas dari segala ikatan, dengan suci hati mendekati sang anak, tidak untuk meminta sesuatu hak, namun untuk berhamba pada sang anak."Oleh karena itu kita tidak saja harus melakukan pembelajaran yang berpusat kepada anak, namun juga harus merencanakan, menghasilkan dan mengimplementasikan kebijakan dan program pendidikan yang berpusat kepada anak," kata dia. Tantangan kedua, adalah mengembangkan budaya inovasi di dalam lingkungan kerja Ditjen GTK dan di dalam ekosistem pendidikan. Tantangan zaman yang dihadapi saat ini membutuhkan keberanian untuk mengembangkan ide-ide baru untuk mereimajinasi cara bekerja di semua sektor. Bantuan bagi guru Selama pandemi, Kemendikbud melakukan relaksasi penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah BOS, yang mana dapat digunakan untuk membayar gaji guru honorer tanpa harus terikat dengan persentase. Kebijakan itu dilakukan untuk membantu para guru honorer yang kesulitan saat pandemi COVID-19. Kemendikbud juga memberikan Bantuan Subsidi Upah BSU kepada guru maupun tenaga kependidikan honorer yang memiliki gaji di bawah per bulan. Bantuan tersebut diberikan kepada pendidik dan tenaga kependidikan PTK non-PNS, baik guru maupun dosen, di sekolah negeri dan swasta. Kriterianya sangat sederhana, yakni warga negara Indonesia, berstatus bukan PNS, memiliki penghasilan di bawah dan tidak menerima bantuan subsidi upah gaji dari Kemenaker dan program-program lainnya. Selain itu, tidak menerima Kartu Prakerja sampai dengan 1 Oktober 2020. Bantuan subsidi upah tersebut diberikan satu kali, yakni Rp1,8 juta. Sasaran mereka yang mendapatkan BSU tersebut berstatus non-PNS, meliputi dosen, guru, guru yang bertugas sebagai kepala sekolah, pendidik PAUD, pendidik kesetaraan, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, dan tenaga administrasi. Total sasaran orang terdiri atas dosen perguruan tinggi negeri dan swasta, guru dan pendidik pada satuan pendidikan negeri dan swasta, serta tenaga perpustakaan, tenaga umum, dan tenaga administrasi. Berikutnya yang mulai diselesaikan Kemendikbud pada 2020 persoalan guru honorer. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mendikbud Nadiem Anwar Makarim mengatakan dengan teknologi sejumlah persoalan terkait dengan pendidikan dan kebudayaan dapat diselesaikan. “Mulai dari mekanisme dana BOS, yang dulu berbelit-belit kini langsung ke sekolah. Begitu juga dengan persoalan guru honorer kita selesaikan berkat bantuan teknologi,” terang dia. Kemendikbud membuka kesempatan bagi guru honorer untuk dapat mengikuti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja PPPK pada 2021. Seleksi itu dibuka karena berdasarkan Data Pokok Pendidikan Dapodik Kemendikbud memperkirakan bahwa kebutuhan guru di sekolah negeri mencapai satu juta orang, di luar guru PNS yang saat ini mengajar. Pembukaan seleksi untuk menjadi guru PPPK upaya menyediakan kesempatan yang adil untuk guru honorer yang kompeten agar dapat mendapatkan penghasilan secara yang dapat mendaftar dan mengikuti seleksi tersebut adalah guru honorer di sekolah negeri dan swasta yang terdaftar di Dapodik dan lulusan Pendidikan Profesi Guru PPG yang saat ini tidak mengajar. Seleksi guru PPPK pada 2021 berbeda dengan tahun sebelumnya. Jika sebelumnya formasi guru PPPK terbatas maka pada 2021 semua guru honorer dan lulusan PPG bisa mendaftar dan mengikuti seleksi, serta bagi yang lulus seleksi akan menjadi guru PPPK hingga batas satu juta pusat juga mengundang pemerintah daerah untuk mengajukan formasi lebih banyak sesuai dengan kebutuhan. Perbedaan selanjutnya, jika sebelumnya setiap pendaftar diberikan kesempatan mengikuti ujian seleksi satu kali maka pada 2021 diberikan kesempatan hingga tiga kali. Selain itu, jika sebelumnya tidak ada materi persiapan untuk pendaftar maka pada 2021 Kemendikbud menyiapkan materi pembelajaran secara daring untuk membantu pendaftar mempersiapkan diri sebelum ujian. Jika sebelumnya pemerintah daerah harus menyiapkan anggaran gaji peserta yang lulus seleksi guru PPPK maka pada tahun ini pemerintah pusat memastikan tersedianya anggaran bagi gaji semua peserta yang lulus seleksi guru itu, jika sebelumnya biaya penyelenggaraan ujian ditanggung pemerintah daerah maka pada 2021 ditanggung Kemendikbud. Dengan sejumlah langkah yang diambil Kemendikbud tersebut, sejumlah persoalan guru perlahan dapat depan, diharapkan tidak hanya persoalan status guru yang dapat diatasi tetapi juga kompetensi guru karena menyangkut masa depan siswa Indonesia.

Tantanganguru di era digital ini sangat besar. Misalnya, era digital ini membuat para siswa semakin dimudahkan dengan adanya teknologi terkait melihat berbagai hal di internet. Hal ini tentu berbeda dengan zaman dahulu di mana yang dilihat adalah televisi tetapi sekarang smartphone di mana proses pengawasannya jauh lebih susah. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. WARDAH HAMIDAHPendidikan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakartawardahahamidah Teknologi informasi dan komunikasi yang semakin berkembang dengan cepat di Indonesia melahirkan perubahan di semua bidang kehidupan manusia, baik sosial, budaya, ekonomi, politik, hukum, dan terutama dalam bidang pendidikan. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi membawa pergeseran dari era pengetahuan menuju era informasi dan komunikasi. Transisi tersebut menkonstruksi informasi menjadi pengetahuan yang dapat dikomunikasikan dengan mudah dan cepat secara luas kepada siapapun dan dimanapun sehingga siapa saja dapat menerima informasi tersebut dan tidak ada yang terisolasi dari informasi. Namun pada kenyataannya, kemajuan tersebut tidak berbanding lurus dengan kemajuan guru. Dapat dilihat kekontrasan antara guru dan murid yang mana kebanyakan guru masih terpaku pada tradisi tekstual sedangkan murid sudah lebih maju dalam hal digital. Akibatnya, timbul ketidaksesuaian dengan gaya mengajar guru pada murid di zaman ini. Informasi dan pengetahuan menjadi bersifat sementara dan singkat yang mana diakibatkan oleh perkembangan teknologi internet dan kemajuan teknologi digital yang terakselerasi Tapscott dalam Latif, 2020 613-621. Sehingga dibutuhkannya pembaharuan secara konstan dengan perkembangan dan peningkatan kemampuan diri. Dunia pendidikan pun terpengaruhi secara mendasar, mulai dari cara pandang terhadap pengetahuan sampai pada cara pengetahuan itu diajarkan kepada peserta didik. Dunia pendidikan ikut terpengaruh terutama pada guru, tenaga kependidikan, dan cara agar kompetensi guru dapat diorientasikan terhadap perkembangan teknologi informasi dan komunikasi di kehidupan masyarakat digital saat satu cara untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia SDM adalah melalui pendidikan. Pendidikan merupakan wadah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, mengembangkan masyarakat, serta pengembangan nilai-nilai, norma-norma, pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik. Pendidikan yang berkualitas maka akan menghasilkan SDM yang berkualitas pula, maka perlu untuk dilakukan perubahan serta peningkatan kualitas seorang pendidik yang disesuaikan dengan perkembangan zaman, sehingga kesejahteraan masyarakat dapat era yang serba digital ini, kehadiran guru tidak hanya dilihat melalui kharismanya saja. Hal itu lah yang membedakan guru pada abad ini dari abad sebelumnya. Karna pada abad ini, ilmu pengetahuan mudah diakses dari mana saja dan tidak terpaku hanya dari guru dan buku. Sehingga guru pada abad ini diharapkan mampu berkomunikasi dan beradaptasi sesuai perkembangan zaman. Guru juga dituntut untuk dapat berinovasi dan berkreasi dalam melakukan proses pemberian ilmu kepada peserta didik karena sistem pembelajaran yang dulu dianggap sudah kuno dan harus disesuaikan dengan peserta didik zaman sekarang yang cenderung lebih melek di era digital ini harus dihadapi oleh guru dalam mendidik peserta didik, maka dibutuhkannya pelatihan untuk guru-guru agar lebih melek teknologi dan dapat memanfaatkan kemajuan digital dalam mendidik peserta didik. Sebab, gaya mengajar yang lama sudah dianggap ketinggalan zaman dan perlu untuk dilakukan pembaharuan agar sesuai dengan karakter peserta didik di zaman ini. Konsep multy channel learning dapat guru terapkan dalam metode pembelajaran karna konsep tersebut memperlakukan peserta didik sebagai pelajar yang dinamis, maksudnya dapat belajar dari mana saja, kapan saja, dari siapa saja, dan dari berbagai sumber. Maka disini guru sebagai fasilitator untuk menunjukan kompetensi yang harus dipenuhi siswa dan memberikan kesempatan bagi siswa untuk dapat belajar dari berbagai sumber yang dapat ditemukan di GURU DI ERA DIGITAL Metode pembelajaran yang mana memusatkan guru sebagai seorang yang aktif memberikan ilmu dan peserta didik yang bersifat pasif atau hanya menerima apa yang diajarkan oleh guru dianggap sudah kuno dan ketinggalan jaman. Sebab, di zaman yang teknologi dan informasi yang sudah berkembang pesat, siapa saja bisa mendapatkan ilmu atau informasi dari mana pun karena internet memudahkan siapa saja bisa mengaksesnya tanpa terhalang ruang dan waktu. Maka diperlukan orientasi baru dalam pendidikan yang mana menekankan pada konstruksi aktif siswa dalam melakukan pencarian informasi dari berbagai sumber yang akan berguna bagi baru ini memfokuskan pada kegiatan pembelajaran yang menuntut motivasi diri siswa self-motivated dan pengaturan diri sendiri self-regulated Latif, 2020 613-621. Sehingga pengetahuan serta pengalaman yang dimiliki oleh peserta didik dapat dikonstruksi dan diterapkan dalam hal-hal tertentu yang dihadapi oleh peserta didik. Untuk itu diperlukan partisipasi secara aktif serta perkembangan pribadi melalui pendidikan interaktif untuk memperoleh pengetahuan. Maka peserta didik tidak hanya menerima pengetahuan secara pasif sesuai dengan yang telah dirancang oleh orang guru dalam mendidik peserta didik di era digital seperti sekarang ini adalah masih banyak guru yang menerapkan metode pembelajaran yang terkesan kuno, terutama guru-guru yang sudah berumur tua. Sedangkan peserta didik sudah lebih modern. Sehingga menimbulkan perbedaan dan ketidaknyambungan di antara keduanya. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa peserta didik sudah tidak cocok lagi dengan sistem pendidikan abad 20. Namun, masih banyak guru yang masih belum memahami akan hal ini dan cenderung lamban dalam mengejar laju modernisasi pendidikan. Sehingga peserta didik sudah mampu memperoleh informasi secara cepat dari berbagai sumber di multimedia, sedangkan guru memberikan informasi masih lambat dari sumber yang terbatas. 1 2 3 Lihat Pendidikan Selengkapnya .
  • ldvac27rlz.pages.dev/599
  • ldvac27rlz.pages.dev/774
  • ldvac27rlz.pages.dev/131
  • ldvac27rlz.pages.dev/229
  • ldvac27rlz.pages.dev/452
  • ldvac27rlz.pages.dev/349
  • ldvac27rlz.pages.dev/966
  • ldvac27rlz.pages.dev/64
  • ldvac27rlz.pages.dev/87
  • ldvac27rlz.pages.dev/638
  • ldvac27rlz.pages.dev/543
  • ldvac27rlz.pages.dev/449
  • ldvac27rlz.pages.dev/110
  • ldvac27rlz.pages.dev/829
  • ldvac27rlz.pages.dev/74
  • tantangan guru di era digital