– Syaikh Mutawalli As-Sya’rawi adalah seorang ulama sunni karismatik dan mujadid abad ke-20. Beliau dilahirkan di Mesir pada 16 April 1911 M. Sejak kecil As-Sya’rawi sudah menampakkan kecerdasan dan kelebihan-kelebihannya, hingga pada umur 11 tahun beliau sudah hafal Al-Qur’an 30 juz. Ayahnya adalah seorang petani namun sudah menyadari kelebihan-kelebihan yang dimiliki putranya sehingga ia sangat mendukung As-Sya’rawi untuk terus usia remaja akhirnya sang ayah mengirimkan putranya untuk menimba ilmu di Universitas Al-Azhar Kairo. Akhirnya As-Sya’rawi remaja menuruti perintah sang ayah meninggalkan kampung halaman dan mulai belajar di Kairo, sebelum berangkat ke Kairo ia pun meminta syarat kepada ayahnya untuk dibelikan terlebih dahulu buku-buku yang sebenarnya tidak ada hubungan dengan jurusan kuliahnya. Hal itu ia maksudkan agar sang ayah mengurungkan niatnya mengirim dirinya ke Al-Azhar, selain karena kehausan akan bacaan. Namun As-Sya’rawi remaja salah duga, dengan senang hati justru sang ayah membelikan buku-buku dan kitab-kitab yang dimintanya. Akhirnya pada 1937 ia resmi menjadi mahasiswa Al-Azhar. Setelah lulus beliau pun aktif mengajar sebagai dosen Ummul Qura’ dan di berbagai tempat lainnya. Kini meskipun beliau sudah kembali ke hadapan Allah Swt pada 1998 lalu, namanya terus semakin harum, jasanya tak ternilai terlebih bagi masyarakat muslim di Mesir. Berkat keluasan ilmu dan kepiawaiannya Syaikh As-Sya’rawi juga menyelesaikan tafsir al-Qur’an yang dikenal dengan tafsir As-Sya’rawi. Selama hidupnya beliau juga rajin mengisi ceramah di sebuah stasiun TV di Mesir. Kajian-kajiannya juga diunggah dalam channel official Youtube ElshaikhElSharawy, agar terus bisa didengarkan oleh seluruh umat muslim di berbagai belahan satu kajian Syaikh As-Sya’rawi yang selalu saya ingat adalah tentang tafsir cinta, dalam video yang diunggah di youtube berdurasi 10 menit 50 detik Syaikh As-Sya’rawi menjelaskan tentang hakikat cinta. Selain sebagai pengorbanan, keikhlasan, dan kebersamaan, menurut Syaikh Mutawalli As-Sya’rawi, ulama Sunni Internasional asal Mesir tersebut menyebut bahwa hakikat cinta terbagi atas dua bagian yaitu, cinta dari akal dan cinta dari hati. Lantas apa itu cinta dari akal dan dari hati ? berikut penjelasan tafsir cinta menurut beliau;Cinta adalah hati menghadap pada apa yang dicintai. Menghadap yang mengaitkan, engkau mendapat manfaat sebab dia mendapat manfaat. Dan engkau mendapat kerugian sebab dia mendapat kerugian, ini arti cinta. Namun cinta ada dua, cinta akal dan cinta hati. Cinta akal adalah akal memilihnya karena ada manfaat, seperti orang sakit cinta dengan obat pahit, saya tidak mencintai obat pahit dengan hatiku, saya membencinya’. Namun saya mencintai dengan akalku karena itu menyebabkan sembuh. Inilah yang disebut cinta akal. Namun cinta hati tidak perlu petunjuk akal, “saya mencintai anakku meskipun ia bodoh, dan saya mencintai anak musuhku meskipun ia pintar.” Maka ada cinta akal dan cinta hati. Ketika Rasulullah berkata pada sayyidina Umar, “tidak sempurna iman salah seorang kalian, hingga aku lebih dia cintai dari dirinya,” Umar adalah lelaki jujur atas dirinya, “Wahai Rasulullah, saya mencintai anda melebihi harta dan anakku, namun jika melebihi diriku maka tidak.” Lihatlah kejujuran ini. Rasulullah mengulangi lagi kepadanya, “tidak sempurna iman salah seorang kalian hingga aku lebih ia cintai dari dirinya.” Baca jugaRasulullah Saw mengulangi ketiga kali, Umar mengetahui jika ini ucapan perintah azimah tidak ada tawaran, Umar juga berkata dengan jujur, jika tidak dia bisa berkata “Apa wahai Rasulullah?” namun tidak. Dia memberi waktu untuk memaksa hatinya. Apa yang dikatakan Umar, “Sekarang aku mencintai engkau wahai Rasulullah.” Karena ketika dia menegaskan dia cinta Rasulullah seolah dia tidak menghendaki cinta hati, karena cinta hati tidak bisa dipaksakan. Namun Umar menghendaki cinta akal, umar berkata, “saya tetap jahiliyah jika tidak karena Rasulullah,” Jika sampai tetap begitu saya dalam bencana. Maka saya cinta Rasulullah dengan akalku. Cinta akal ini bisa naik menjadi cinta hati, maka cinta ada dua, cinta akal dan cinta hati. Akal dan hati ini adalah perbuatan makhluk. Namun ketika Allah sumpah misalnya Aku mencintaimu’ ada orang yang tidak suka dengan kata-kata begini. Ini yang dimaksud bukan akal dan bukan hati, namun perbuatan dzat Allah. Kenapa Aku mencintai, memberi pahala. Karena engkau melakukan kehendak-Ku dalam hal yang engkau bebas melakukannya. Engkau Aku ciptakan bebas, beriman atau kafir engkau bebas. Taat atau maksiat engkau bebas. Namun engkau mengalahkan kebebasanmu itu dengan melakukan kehendak-Ku yaitu ibadah. Maka Aku mencintaimu atau tidak? Padahal engkau mampu maksiat kepada-Ku. Namun engkau memilihku, maka Aku Syaikh Mutawalli As-Sya’rawi menerangkan terkait pembagian dari cinta. Menurutnya cinta akal didasari oleh perhitungan akal hingga ia mendapatkan keuntungan atasnya, namun cinta hati tidak dibutuhkan alasan atasnya. Akan tetapi bukan berarti cinta akal itu buruk dan cinta hati lebih baik, keduaya menempati porsinya masing-masing. Seperti Umar yang menjawab perkataan Rasulullah Saw bahwa ia mencintai Rasulullah dengan akalnya karena jika tidak ada Rasul maka sesungguhnya ia masih dalam keadaan jahiliyah. Dalam perkataan terakhirnya Syaikh As-Sya’rawi menambahkan bahwa cinta akal bisa naik menjadi cinta hati. Sedang cinta yang diberikan Sang Pecinta Allah Swt terlepas dari keduanya, baik cinta akal ataupun cinta hati karena cinta Allah Swt adalah dzat Allah yang Maha Mencintai, mencintai seluruh A’lam*Diterjemahkan oleh tim Sanad Media. Berikut kajian Syaikh Mutawalli As-Sya’rawi yang diunggah dalam channel Youtube ElshaikhElSharawy dalam halaqah yang kelima, namun tidak ada keterangan lebih lanjut kapan kajian itu dilaksanakan, berikut tautan video aslinya
SyeikhMuhammad Mutawalli al-Sya'rawi masuk kuliah di fakultas Bahasa Arab pada tahun 1937, beliau tamat pada tahun 1941. Kemudian ia juga menamatkan Syekh Muhammad Mutawalli Asy-Sya'rawi mempunyai banyak karya, dan yang paling popular adalah Tafsîr Asy-Sya'rawi. Adapun karya-karya beliau, antara lain sebagai berikut: a.
Syekh Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi lahir pada tahun 1911 M di Desa Daqadus, Provinsi Daqahlia, Republik Arab Mesir. Kehadiran beliau menjadi sosok yang memiliki arti penting bagi masyarakat Mesir secara khusus, hal ini terlihat sejak ia masih kecil yang dibuktikan dengan kepandaiannya, ketekunannya, dan ketangkasannya dalam menghafal berbagai syi’ir arab, hikmah, serta matan milik ulama. Beliau juga telah menyelesaikan hafalan Al-Qur’annya pada usia 11 tahun. Melihat kelebihan yang dimiliki Syekh Syahrawi, ayah Syekh Syahrawi yang merupakan petani yang tekun dan taat menaruh harapan besar terhadap anaknya tersebut, hingga Syekh Syahrawi diperintahkan untuk menimba ilmu. Akan tetapi, beliau menolak perintah ayahnya untuk belajar, karena ingin seperti saudara-saudaranya yang hanya fokus bekerja. Syekh Syahrawi menimba ilmu di Universitas Al-Azhar Fakultas Bahasa dan Satra pada tahun 1937 dan lulus pada tahun 1940. Suatu waktu ketika beliau masih menjadi mahasiswa, beliau meminta kepada ayahnya untuk membelikan semua buku yang beliau inginkan. Padahal, itu merupakan strateginya untuk memancing ayahnya agar kesal dan menyuruhnya untuk berhenti belajar. Meskipun ayahnya mengetahui bahwa buku yang diinginkan anaknya tidak ada kaitannya dengan materi kuliahnya, hal itu sama sekali tidak menggoyahkan hati ayahnya. Ayahnya tetap menuruti permintaan anaknya untuk membeli semua buku yang diinginkannya. Ayahnya pernah berkata kepada Syekh Syahrawi, bahwa semua kitab yang dibelikannya untuk anaknya tersebut tidak ada kaitannya sama sekali dengan referensi kuliah anaknya, namun ayahnya membelikan semuanya dengan harapan semoga Allah Swt. memberikan kemudahan dalam menimba ilmu dan membukakan pintu ilmu pengetahuan untuk anaknya. Perkataan tersebut membuat hati nurani beliau tersentak, sehingga setelah kejadian itu beliau menuntut ilmu dengan tekun. Setelah lulus dari kampus beliau mendapat panggilan mengajar di Thanta, Zaqziq dan Iskandaria pada tahun 1943. Alhasil, karena keluasan ilmunya membuat pihak luar negeri tertarik untuk mengundangnya. Pada tahun 1950, Syekh Syahrawi menjadi Dosen Syariah di Universitas Ummul Quro selama lebih kurang sepuluh tahun. Awalnya beliau ragu, karena ditugasi menjadi Dosen Akidah, sementara beliau menekuni bidang bahasa. Namun, akhirnya beliau menunjukkan kepiawaiannya dan mendapat pengakuan dari kampus. Pada tahun 1961 Syekh Syahrawi kembali ke Mesir karena beliau tidak bisa kembali menjajar di Universitas Ummul Quro yang saat itu sedang terjadi pertentangan antara Presiden Gamal Abdunnasir dengan pemerintah Saudi Arabia. Kembalinya beliau ke Mesir menjadikannya dipilih sebagai Wakil Direktur Ma’had Thanta. Beliau menjadi terkenal karena keluasan ilmunya dan kepiawaiannya dalam pergerakkan politik, serta dukungannya yang kuat terhadap kebijakan Mesir yang pada saat itu menentang penuh dominasi Israel di kawasan Timur Tengah dan Palestina. Berkat dukungannya terhadap Pemerintah Mesir, beliau diangkat menjadi Menteri Wakaf dan urusan Al-Azhar pada tahun 1976-1978. Selama menjabat sebagai Menteri Wakaf, beliau telah menginisialisasi lahirnya Bank Islam pertama di Mesir. Pada tahun 1987 beliau terpilih sebagai anggota Arabic Language Complex, yakni sebuah akademi para ahli yang fokus mengembangkan Bahasa Arab di Mesir. Karier keilmuan beliau semakin menanjak, secara rutin beliau menyampaikan kuliah-kuliah tafsirnya disalah satu channel TV Mesir. Selain keahliannya dalam memaparkan setiap ayat, bahasa-bahasa yang beliau gunakan juga menyentuh sanubari pendengarnya. Beliau ialah ulama yang telah khatam menafsirkan 30 Juz Al-Qur’an dalam bentuk audio maupun visual. Kajian Tafsir Syekh Syahrawi sangat mendapat tempat dihati masyarakat sehingga membuatnya semakin populer sebagai ulama tafsir terkemuka di Mesir. Berbagai fatwanya pun menjadi rujukan umat Islam Mesir pada saat itu, diantaranya tentang pengharaman jual beli organ untuk transplantasi. Karya besar yang telah beliau ciptakan dibukukan dengan judul Tafsir Sya’rawi, beliau sendiri sering mengistilahkan tafsir yang beliau sampaikan dengan “Khawatir Imaniyah” artinya ilham yang berasal dari hati seorang mukmin beriman. Atas segala pencapaian yang telah didapatkan, Syekh Syahrawi teringat dengan usaha sang ayah yang selalu memotivasi untuk semangat belajar hingga mengantarkannya menjadi ulama besar. Sehingga, Syekh Syahrawi sering berkata “Aku ingin keburukan untukku, namun Allah Swt. inginkan kebaikan untukku”. Beliau menghembuskan nafas terakhirnya pada 17 Juni 1998 di Mesir setelah meninggalkan puluhan karya tulis ilmiah di berbagai bidang ilmu pengetahuan. Penghargaan yang telah diterimanya semasa hidupnya, diantaranya beliau mendapat gelar Doktor Honoris Causa pada bidang sastra dari Universitas Manshurah dan Universitas Al-Azhar, sebagai anggota komite tetap untuk Konferensi Keajaiban Ilmu Al-Qur’an dan Sunnah Nabawi. Sampai saat ini, prestasinya terus dikenang oleh umat Islam di dunia, hingga beliau dinobatkan sebagai Imam Ad-Duad, yakni Punggawa Para Dai. Syekh Syahrawi dikenal sebagai ulama yang piawai multidisiplin ilmu. Beliau dikenal keahliannya dalam menafsirkan Al-Qur’an. Metode penafsirannya sangat popular dikalangan cendikiawan maupun masyarakat secara luas. Sumber Oleh Syarifah Rufaida Foto
. ldvac27rlz.pages.dev/221ldvac27rlz.pages.dev/980ldvac27rlz.pages.dev/759ldvac27rlz.pages.dev/256ldvac27rlz.pages.dev/703ldvac27rlz.pages.dev/113ldvac27rlz.pages.dev/38ldvac27rlz.pages.dev/767ldvac27rlz.pages.dev/548ldvac27rlz.pages.dev/748ldvac27rlz.pages.dev/302ldvac27rlz.pages.dev/506ldvac27rlz.pages.dev/419ldvac27rlz.pages.dev/708ldvac27rlz.pages.dev/315
syaikh mutawalli sya rawi