Bahwapilihan hukum (choice of law, proper law atau applicable law) suatu hukum nasional dari suatu negara tertentu tidak berarti bahwa badan peradilan negara tersebut secara otomatis yang berwenang menyelesaikan sengketanya. Peran choice of law di sini adalah hukum yang akan digunakan oleh bada peradilan (pengadilan atau arbitrase) untuk:

September 13, 2019 Post a Comment Kemukakan bahwa badan peradilan bersifat bebas dan tidak memihak! Jawab Badan peradilan bersifat bebas dan tidak memihak, artinya memberikan perlakuan yang sama pada tiap warga negara serta tidak terikat pada badan atau lembaga lain. - Semoga Bermanfaat Jangan lupa komentar & sarannya Email nanangnurulhidayat
Indonesiasebagai negara hukum mempunyai kewajiban untuk melindunga HAM warganya, hal ini tertuan dalam Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang asli. Walaupun tidak secara langsung terdapat kata-kata HAM tetapi dari beberapa bagian baik dalam pembukaannya dan batang tubuhnya dinyatakan bahwa HAM dijamin dalam UUD 1945.
ArticlePDF Available AbstractKemerdekaan Pers yang dianut oleh Undang-Undang Tahun 1999 tentang Pers merupakan aksentuasi dari sistem Libertarian Press yang menghendaki adanya suatu β€œkebebasan pers” yang total absolut dengan meletakan segala konsekuensi hukum atas substansi pemberitaannya melalui institusi yudikatif, tanpa menghendaki adanya bentuk bentuk kriminalisasi terhadap pers dengan segala alasan dan maksud arah limitatifnya. Previlege Right Absolut dari Pers memiliki rambu-rambu yang memberikan suatu batasan –moral hazard- atas dasar Interest of justice atau national security atau for prevention of disorder or crime yang dapat dikeluarkan oleh lembaga peradilan sebagai bentuk kriteria Sub Judice Rule ataupun Disobeying a Court Order dari pranata Contempt of Court. suatu pemberitaan yang merupakan wujud Kebebasan berekspresi dengan pemberitaan yang β€œprejudicial”, bahkan substansi pemberitaanya menimbulkan suatu β€œmisleading conclusion and opinion” serta telah memberikan suatu opini dan konklusi yang menyesatkan atau salah serta berdampak negatif pada jalannya proses peradilan maupun pihak lain secara luas sebagai pengakuan dari Sistem Pers Libertarian dapat dihadapi dengan rasa tanggung jawab dari pers itu sendiri, baik secara ethik norma maupun hukumnya. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. 31 FREEDOM & IMPARTIAL OF JUDICIARY 1 Freedom and Impartial of Judiciary Indriyanto Seno Adji Guru Besar Hukum Pidana Pengajar Program Pascasarjana UI Bidang Studi Ilmu Hukum Email Abstrak Kemerdekaan Pers yang dianut oleh Undang-Undang Tahun 1999 tentang Pers merupakan aksentuasi dari sistem Libertarian Press yang meletakan segala konsekuensi hukum atas substansi pemberitaannya melalui institusi yudikatif, tanpa menghendaki adanya bentuk bentuk kriminalisasi terhadap pers dengan segala alasan dan maksud arah limitatifnya. Previlege Right Absolut dari Pers memiliki rambu-rambu yang memberikan suatu batasan moral hazard- atas dasar Interest of justice atau national security atau for prevention of disorder or crime yang dapat dikeluarkan oleh lembaga peradilan sebagai bentuk kriteria Sub Judice Rule ataupun Disobeying a Court Order dari pranata Contempt of Court. suatu pemberitaan yang merupakan wujud Kebebasan berekspresi dengan prejudicialmenimbulkan suatu serta telah memberikan suatu opini dan konklusi yang menyesatkan atau salah serta berdampak negatif pada jalannya proses peradilan maupun pihak lain secara luas sebagai pengakuan dari Sistem Pers Libertarian dapat dihadapi dengan rasa tanggung jawab dari pers itu sendiri, baik secara ethik norma maupun hukumnya. Kata kunci Peradilan, Pers, Bebas Abstract Press of independence adopted by Law No. 40 of 1999 on the Press is an accentuation of the Libertarian Press system which requires the existence of   1 Seminar diselenggarakan oleh Puslitbang Hukum & Peradilan Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung dengan tema , pada hari Kamis, tanggal 22 Mei 2014, jam - Selesai di Hotel Red Top, Jalan Pecenongan No. 72, Jakarta 10120 . Jurnal Hukum dan Peradilan, Volume 4, Nomor 1 Maret 2015 31 -50 32 a absolute total "freedom of pers" by putting all the legal consequences on the substance of its news through judicial institutions, without calls for criminalization forms of the press with all the reason and limitedly direction purpose. Absolute Privilege Right of the Press have signs that provide a limitation on -moral hazard- based on Interest of justice or national security or for the prevention of disorder or crime that can be issued by the judiciary as a form of Sub Judice Rule criteria or Disobeying a Court Order from Contempt of Court institutions. a proclamation which is a form of freedom of expression with the news that "prejudicial", even the news substance pose a "misleading conclusion and opinion" as well as has provided an opinion and conclusions that are misleading or incorrect and negative impact on the course of judicial proceedings and other parties broadly as recognition of the Press Libertarian System may be faced with a sense of responsibility of the press itself, either ethic norms and laws. Keywords Judicial, Pers, Freedom Pendahuluan A Freedom of the Pressmenjadi sesuatu kenyataan sejak memasuki Era Reformasi. Bila Era Orde Lama terkesan adanya suatu Power Approach pendekatan kekuasaan berupa tindakan prevensi yang membatasi kebebasan pers itu sendiri. Kilas balik Era Orde Baru, dengan UU Tahun 1982 tentang Pokok-Pokok sebagai karakter social responsibility, press seharusnya lebih menekankan pada Legal Approach Pendekatan Hukum. 2 polar yaitu, yaitu polar pertama, pers bebas yang harus dimaknai sebagai larangan dilakukan tindakan prevensi, sedangkan pers yang bertanggung jawab sebagai polar kedua, untuk menyelesaikan berkaitan dengan pemberitaan pers melalui mekanisme hukum. Implementasi Pers Bebas dan Bertanggungjawab ini nyatanya berlainan dengan makna dan konsepnya, dilakukan dengan tindakan prevensi terhadap sama sekali tidak tampak dalam kehidupan ketatanegaraan dan pers di era orde baru, akibatnya makna dari pendekatan hukum menyerupai dengan pendekatan kekuasaan, yang membenarkan tindakan prevensi berupa sensor maupun breidel terhadap substansi pers . Kekuatan konsep libertarian ini muncul sejak Era Reformasi dengan disahkannya UU Tahun 1999 tentang Pers. Dalam UU ini, khususnya sebagai Freedom & Impartial of Judiciary, Indriyanto Seno Adji 33 aksentuasi dari sistem libertarian yang menghendaki adanya suatu hukum atas substansi pemberitaannya melalui institusi yudikatif, tanpa menghendaki adanya bentuk bentuk kriminalisasi terhadap pers dengan segala alasan dan maksud arah limitatifnya. Pada sistem Libertarian di era reformasi ini, tidak dikehendaki adanya tindakan prevensi dalam bentuk apapun, artinya polar kebebasan sering diartikan sebagai kebebasan tanpa batas kebebasan total absolut - yang hanya tunduk pada Behavior Code atau Kode Etik Internal komunitas pers, yang dianggap berlainan dengan penyelesaian jalur hukum. Karakter antara sistem pers social responsibility dengan sistem pers libertarian memiliki kesamaan identitas, yaitu tunduk pada Syarat Limitatif artinya, tidak diperkenankan membetuk atau menciptakan ketentuan-ketentuan yang justru akan membatasi kebebasan pers itu sendiri dan Syarat Demokratis artinya tidak diperkenakan melakukan pemidanaan terhadap pernyataan-pernyatan yang bersifat prive, seperti diatur dan yang masih berlaku pada Pasal 132 bis KUHP yang undemokratis sifatnya. Suasana eforia demokrasi dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia yang menempatkan era a Freedom of the Press ini memiliki keterkaitan dengan kehendak paralelitas adanya suatu a Freedom and Impartial Judiciary Peradilan yang Bebas dan Tidak Berpihak. A Freedom of The Press menjadi salah satu karakter dari Social Power di Negara yang menganut Sistem Demokrasi dalam ketatanegaran-nya, selalin adanya Civil Society, begitu pula dengan bermunculan Supporting State Organ, yang lebih berfungsi sebagai kekuatan paralel yang dapat mengawasi kinerja Lembaga Negara Utama Main State Organ . Bagi Kekuasaan Peradilan, konsepsi ide yang berkembang secara universal mengenai perlunya suatu peradilan yang bebas dan tidak memihak suatu yang tentunya kehendak peradilan ini bebas dari segala sikap dan tindak maupun bentuk multi-intervensi merupakan ide yang universal sifatnya. Kehendak progresif terhadap suatu freedom and impartial judiciary merupakan karakteristik dan persyaratan utama bagi Negara dan Masyarakat, baik yang mengenal sistem Hukum Anglo Saxon maupun Eropa Kontinental, yang menyadari keberpijakan pada prinsip . 3 ciri khusus Negara Hukum Indonesia yang digariskan oleh ilmu hukum melalui prinsip-luas daripada Dicey, yaitu 1 pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi yang mengandung perlakuan yang sama di bidang-bidang politik, hukum, sosial ekonomi, budaya dan pendidikan, 2 legalitas dalam arti hukum dalam segala bentuknya, 3 peradilan yang bebas, tidak bersifat Jurnal Hukum dan Peradilan, Volume 4, Nomor 1 Maret 2015 31 -50 34 memihak, bebas dari segala pengaruh kekuasaan Dengan demikian, tegas Oemar Seno Adji, ciri-ciri tersebut menunjukan bahwa ada persamaan prinsip yang diterapkan di semua negara-negara termasuk Amerika Serikat International Commission of Jurisrt tersebut . Identitas persamaan fungsi dalam hal kebebasan fungsional, kebebasan dalam tugas peradilan dan teknis judisial, karenanya tidak memungkinkan pengaruh ekstra judisial terhadap peradilan merupakan persyaratan fundamental, karenanya adalah Mahkamah Agung sebagai top judicial institution menghendaki adanya suatu penghindaran peran ekstra judicial terhadap kekuasaannya yang secara historis justru menempatkan area ekstra judisial terhadap kebebasan peradilan yang mandiri. Pendekatan sejarah terhadap fungsi dan kewenangan peradilan, dengan Mahkamah Agung sebagai puncak tanggung jawab peradilan, dilakukan segala cara, bentuk dan formulasi sehingga menempatkan makna kebebasan peradilan pada titik semu yang minimal, bahkan pola intervensi kekuasaan ekstra yudisial menghasilkan pola variatif pendekatannya, termasuk dengan secara sebagai melalui peran media, khususnya eksistensi kebebasan pers yang sangat luas di era reformasi ini. Disatu sisi, Kebebasan Pers dan Kebebasan Peradilan merupakan kekuasaan yang memiliki paralel yang seharusnya bermakna impartial, terpisah dan tidak dapat dimasuki oleh kepentingan manapun, baik kepentingan individu, kelompok, kekuatan politik maupun kekuasaan negara. Namun demikian disisi lain, Kebebasan Pers tanpa batas seringkali justru menimbulkan inparalelitas dengan berjalannya Kebebasan Peradilan manakala adanya penyimpangan fungsi pers sebagai alat kontrol sosial dengan melakukan misleading opinionpembentukan opini maupun penyimpangan opini, yang secara tidak langsung berdampak aksentuasi pada kesan adanya intervensi quasi pada kehidupan Kebebasan Peradilan. Beberapa variasi dan metode terhadap intervensi yang tegas dan jelas maupun quasi sifatnya, telah berlangsung sejak era kemerdekaan bangsa dan negara ini, sampai pasca kemerdekaan maupun era reformasi ini sebagaimana dijelaskan pada bagian pembahasan berikut ini.   2 Ibid, halaman 167. Freedom & Impartial of Judiciary, Indriyanto Seno Adji 35 A. Misleading OpinionYang Quasi Dalam tataran sistem tata negara yang mengakui eksistensi demokrasi, suatu kebebasan berpendapat merupakan suatu syarat yang tak dapat dihindari lagi. Namun demikian, pendekatan demokratis terhadap kebebasan berpendapat tersebut tetap tidak diartikan sebagai pendekatan yang absolut. Apapun formulasi kebebasan yang bermakna absolut justru akan membahayakan kebebasan itu sendiri, karena itu kebebasan itu seringkali memberikan makna-makna pembatasan, meskipun pembatasan itu tidak dalam konteks meniadakan, tetapi sekedar memberikan makna kebebasan secara adequat, yaitu mencari keseimbangan antara kebebasan dengan perlindungan terhadap individu, masyarakat termasuk keluarga dan Negara, suatu . Kebebasan yang adequat ini mengingatkan kita semua pada makna kebebasan pers di negara-negara Eropa Barat. Antara kebebasan pers dengan kebebasan berpendapat memiliki persamaan makna, yaitu suatu kebebasan yang berimbang antara kepentingan individu, masyarakat dan negara. Convention on the Freedom of Information tahun 1985 di Roma yang adequat dengan perkembangan asas kebebasan berpendapat, tetap memberikan batasan sebagai rambu-rambu terhadap kebebasan pers, yaitu apabila pemberitaan pers yang secara substansial memuat 3 a. National security and public order keamanan nasional dan ketertiban umum, seperti Bab I, II, V dari Buku II KUHP; b. Expression to war or to national, racial or religious hatred pemidanaan terhadap hasutan untuk menimbulkan kebencian ras atau agama; c. Incitement to violence and crime hasutan untuk melakukan kekerasan dan kejahatan, seperti Pasal 160, Pasal 161 KUHP; d. Attacks on founders of religion serangan terhadap pendiri agama yang 156a KUHP; e. Public health and moral kesehatan dan moral, seperti Pasal 281, Pasal 282 KUHP; f. Rights, honour and reputation of others hak-hak, kehormatan dan nama baik seseorang, yapasal-pasal 154, 155, 156, 157, 207, 208, 310, 315 KUHP, walaupun sudah ada yang dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi   3 Oemar Seno Adji. Perkembangan Delik Pers di Indonesia. Cetakan Kedua. Jakarta. Penerbit Erlangga. 1991, halaman 35. Jurnal Hukum dan Peradilan, Volume 4, Nomor 1 Maret 2015 31 -50 36 g. Fair administration of justice umumnya menyangkut delik-delik yang bersangkutan dengan pengadilan kemudian merupakan suatu bentuk dari contempt of court Nampak tegas bahwa kebebasan pers dengan Sistem Libertarian-pun tidak menghendaki adanya suatu kebebasan pers yang sangat absolut, yang justru akan menimbulkan suatu tirani kekuasaan yang berkelebihan dan akan menghancurkan makna kebebasan tersebut. Memang tidaklah mudah menterjemahkan antara pemberitaan yang merupakan wujud Kebebasan berekspresi dengan pemberitaan yang prejudicial apabila pemberitaan itu telah memberikan suatu opini dan konklusi yang menyesatkan atau salah serta berdampak negatif pada pihak lain secara luas. Pemberitaan-pemberitaan yang substansial sebagai kekuatan atas kebebasan pers yang absolut misleading opinionkehidupan dari Sistem Pers Libertarian. Dipahami bahwa agak tidak sesuai bagi Indonesia mengikuti aliran Libertarian dengan Negative Freedom-nya yang mengenal dan mengakui adanya suatu Right to Lie Hak Berbohong dengan memberikan basis adanya lembaga hukum sumber terpercaya, Right to Vilify Hak untuk mencemarkan nama baik, Right to Distort Hak untuk Mengacaukan maupun Right to Invade Privacy Hak memasuki kehidupan pribadi. Di Inggris, seperti halnya di Indonesia, pers sangat memperoleh perlindungsan hukum dalam membuat suatu berita. Pers mempunyai untuk tidak menyebutkan sumber berita. Ia dapat melakukan publikasi tanpa adanya suatu kewajiban untuk mengungkap darimana ia memperoleh informasinya. Hak istimewa ini bersifat absolut, sepanjang pemberitaan itu tidak mengandung pernyataan yang dapat menyinggung agama dan melanggar kesusilaan, dan yang terpenting harus bersifat . Apabila berkaitan dengan pemberitaan dari suatu proses persidangan maupun perkara, maka patut diperhatikan 2 hal yaitu jangan sampai adanya ketentuan stigmatis yang mengarah pada kesalahan tersangka/terdakwa sebelum adanya putusan pengadilan, juga jangan sampai seolah-olah tersangka/terdakwa hanyalah korban dari rekayasa pengadilan. Andaikata aturan ini dilanggar, maka ia akan menghadapi masalah, bahkan akan ditelusuri yang Admiralty Spy Casemengenai pemberitaan yang menyesatkan dari 2 wartawan Mulholland dan Foster yang diberitakan melibatkan pejabat teras Angkatan Laut Inggris, yaitu Admiral Willian Vassal. Kedua wartawan menolak memberikan nama privilege Freedom & Impartial of Judiciary, Indriyanto Seno Adji 37 right yang bertindak atas kepentingan masyarakat dan dengan alasan maka wartawan seharusnya wajib menyebutkan sumber informasinya. Dengan penolakan tersebut, wartawan dikenakan hukuman penjara 6 bulan Mulholland dan 3 bulan Foster atas dasar pelanggaran tidak mematuhi perintah pengadilan melalui keputusan dari Judge of Court Appeal oleh Lord Justice Denning, seorang Hakim Tinggi kharismatik dan dihormati di Inggris dengan mendasari No Court has power to order a person to disclose, nor is any person guilty of contempt for refusing to disclose the source of any information contained a publication for which he is responsible, unless the court is satisfied that disclosure is necessary in the interest of justice or national security or for 4 Dapatlah dicermati bahwa Inggris dengan sistem Kebebasan Pers yang absolut masih memberikan rambu-rambu limitasi terhadap kebebasan melalui antara lain, lembaga Contempt of Court. Limitasi atas suatu kebebasan pers absolut didalam kebebasan pers yang seharusnya dianut oleh Negara Hukum dikemukakan oleh Oemar Seno Adji dinilai oleh seorang pakar Hukum Tata Negara Satya Arinanto sebagai karakteristik-karakteristik terbaik yang pernah dikemukakan oleh seorang ahli hukum pers hingga saat ini, yang dapat menggambarkan secara keseluruhan kondisi-kondisi ideal pelaksanaan konsep kebebasan pers yang seharusnya dianut oleh suatu Negara Hukum, yaitu Kemerdekaan pers harus diartikan sebagai kemerdekaan untuk mempunyai dan menyatakan pendapat dan bukan sebagai kemerdekaan untuk memperoleh alat-alat dari expression tadi, seperti dikemukakan oleh negara-negara sosialis, Ia tidak mengandung lembaga sensor preventif, Kebebasan ini bukanlah tidak terbatas, tidak mutlak dan bukanlah tidak bersyarat sifatnya, Ia merupakan suatu kebebasan dalam lingkungan batas-batas tertentu, dengan syarat limitatif dan demokratis, seperti diakui oleh Hukum Nasional, Hukum Internasional dan Ilmu Hukum, Kemerdekaan Pers ini dibimbing oleh rasa tanggung jawab dan membawa kewajiban-kewajiban yang untuk pers sendiri disalurkan beroep ethiek   4 Oemar Seno Adji & Indriyanto Seno Adji. Peradilan Bebas & Contempt of Court. Cetakan Kesatu. Jakarta. Penerbit Diadit Media. 2007, Halaman 208 -211. Jurnal Hukum dan Peradilan, Volume 4, Nomor 1 Maret 2015 31 -50 38 Ia merupakan kemerdekaan yang disesuaikan dengan tugas pers yang sebagai kritik adalah negatif dalam karakternya, melainkan pula ia wettige initiatievenPemerintah, Aspek positif diatas tidak mengandung dan tidak membenarkan suatu subordinatedpolitik, Adalah suatu kenyataan bahwa aspek positif ini jarang ditentukan oleh kaum Libertarian sebagai suatu unsur essentieel dalam persoalan mass-communication, subordinatedbahwa konsep Authoritarian adalah tidak acceptable bagi pers Indoensia, Konsentrasi perusahan-ongebreideiddaadwerkelijk feitelijkterhadap pelaksanaan ide kemerdekaan pers. Pemilihan suatu bentuk perusahaan, entah dalam bentuk co-partnership atau co-operative entah dalam bentuk lain, yang tidak memungkinkan timbulnya konsentrasi dari perusahaan pers dalam satu atau beberapa tangan saja adalah perlu, Kebebasan Pers dalam lingkungan batas limitatif dan demokratis, dengan menolak tindakan preventif adalah lazim dalam Negara Demokrasi dan karena itu tidak bertentangan dengan ide pers merdeka, Konsentrasi perusahaan-perusahaan yang membahayakan performance eksesif, kebebasan pers yang dirasakan berkelebih-lebihan dan seolah-olah memberikan hak kepada pers untuk misalnya membohong the right to lie, mengotorkan nama orang the right to vilify, the right to invade privacy, the right to distort dan lain-lain, dapat dihadapi dengan rasa tanggung jawab dari pers itu sendiri. 5 Persyaratan doktrin dan konvensi internasional mengenai kebebasan informasi yang berkaitan dengan kebebasan pers ini merupakan rujukan dan basis yang menekankan bahwa suatu a freedom of the press dalam alam Libertarian itu, bukanlah tidak terbatas, tidak mutlak dan bukanlah tidak bersyarat sifatnya, namun demikian tidaklah diperkenakan pelanggaran atas syarat limitatif dan demokratis dalam kehidupan pers tersebut .   5 Oemar Seno Adji. Pers Aspek-Aspek Hukum. Cetakan Kedua. Jakarta Penerbit Erlangga. 1977. Halaman 96-97. Freedom & Impartial of Judiciary, Indriyanto Seno Adji 39 B. Intervensi Peradilan Bebas Pengaruh Kekuasaan Negara Pola Usia Pendekatan sejarah terhadap kebebasan peradilan menjadi wacana yang memberikan indikasi adanya campur tangan ekstra yudisial, dan karenanya indikasi yang demikian merupakan karakterisasi dari negara-negara yang mengakui konsepsi , baik negara dengan sistem liberal, neo liberal maupun sosialis. Beberapa konsepsi dan ide kebebasan peradilan yang tidak memihak sudah menjadi acuan negara-negara dengan multi-pola sistem, karenanya suatu peradilan bebas dan tidak memihak adalah karakteristik negara demokratis yang mengakui adanya prinsip due process of law Rule of Lawtersebut. Suatu kehendak a freedom and impartial yudiciary harus dimulai dengan meneliti kondisi internal peradilan, termasuk para hakim, sebagaimana ditegaskan Bagir Manan bahwa selain kondisi internal, martabat Hakim ditentukan juga oleh tatanan lingkungan yang menawarkan berbagai godaan yang dapat menurunkan martabatnya, yang karenanya tidak layak baginya menjadi hakim. 6 Beberapa sarana dan prasarana ekstra yudisial memberikan area peluang lembaga-lembaga non-yudisial untuk mempengaruhi idea konsepsi peradilan bebas, antara lain interelasi antara kewenangan Hak Asasi Manusia dengan segala implikasi terhadap polemik pola, cara ataupun bentuk intervensi terhadap peradilan bebas dan tidak memihak sebagaimana akan dijelaskan dibawah ini . 1 Persoalan klasik tentang Judicial Review atau Materiele Toetsingsrecht Hak Uji Materil atau "HUM" Mahkamah Agung MA terhadap Perundang-undangan mencuat kepermukaan lagi. Menengok kebelakang, saat Purwoto Gandasubrata alm. mantan Ketua MA menghendaki agar MA diberikan hak tersebut agar Hakim dapat mengambil keputusan yang lebih jernih dan melalui suatu kasus yang diperkarakan masyarakat dapat memperoleh perlindungan hukum. Tidak tertinggal pula T. Mulya Lubis menginginkan agar Mahkamah Agung harus proaktif melakukan hal tersebut, sebaliknya Albert Hasibuan dan Oetojo Oesman mantan Menteri Kehakiman tidak menghendaki adanya HUM terhadap Perundang-undangan karena wewenang itu lebih sesuai diberikan kepada MPR saat itu, dan sekarang diberikan kepada Mahkamah Konstitusi dengan cara lebih mengaktifkan Badan Pekerja MPR untuk menguji UU.   6 Bagir Manan. Sistem Peradilan Berwibawa Suatu Pencarian. Jakarta Penerbit Mahkamah Agung. 2005, halaman 51. Jurnal Hukum dan Peradilan, Volume 4, Nomor 1 Maret 2015 31 -50 40 Saat itu, Pasal 26 UU No. 14 Tahun 1970 Kekuasaan Kehakiman maupun Pasal 31 UU Tahun 1985 Mahkamah Agung memang mengatur pembatasan kewenangan HUM Mahkamah Agung hanya terhadap peraturan yang tingkatannya dibawah UU saja. Persoalannya sekarang adalah bagaimana implementasi HUM Mahkamah Agung terhadap UU yang berkaitan dengan kasus yang dihadapinya selama ini? Memang, penempatan secara kodifikasi tersebut membatasi HUM Mahkamah Agung hanya terhadap peraturan yang tingkatannya dibawah UU, namun tidak sedikit dalam implementasi praktik Mahkamah Agung telah melakukan HUM dengan mengadakan penyingkiran terhadap ketentuan UU yang tingkatannya adalah "wet" atau UU dalam arti formil. Pada era Soebekti mantan Ketua MA pernah melakukan judicial review terhadap UU yang dipandang sebagai pasal-pasal yang secara urgensif tidak sesuai dengan dinamisasi masyarakat dan melanggar asas keadilan, misalnya dalam lingkup hukum perdata melalui Pasal 284 ayat 3 pengakuan anak, Pasal 108 perbuatan perdata seorang istri ataupun Pasal 1460 KUHPerdata resiko jual beli yang selanjutnya dituangkan melalui Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 1963. Pada bidang hukum pidana formil, peran Adi Andojo Soetjipto mantan Ketua Muda Mahkamah Agung melakukan HUM terhadap UU. No. 8 Tahun 1981 Hukum Acara Pidana yang muncul saat kasus tindak pidana korupsi R. Natalegawa Bank Bumi Daya. Saat itu Adi Andojo Soetjipto membenarkan upaya Jaksa / Penuntut Umum mempergunakan upaya kasasi meskipun berdasarkan Pasal 244 KUHAP terhadap putusan bebas tidak dapat kasasi, karena dipandang pasal ini tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat dan sejak saat itu Pasal 244 KUHAP hampir dikatakan "mati" dalam praktiknya. Dari pengamatan tersebut, ternyata Mahkamah Agung telah sejak dahulu melakukan terobosan-terobosan dengan melakukan pengujian materil terhadap peraturan yang mempunyai tingkatan sama dengan UU dalam arti formil, meskipun aturan menegaskan Mahkamah Agung tidak mempunyai HUM terhadap UU. Sarana yang dipergunakan Mahkamah Agung untuk melakukan HUM tersebut diatas adalah dengan wewenang dan fungsi justisial putusan dan legislatifnya SEMA dan kesemua pengujian itu dilakukan terhadap UU yang secara materil sudah tidak sesuai dengan dinamisasi masyarakat, begitu pula dengan hak uji materil terhadap UU, khususnya dalam penanganan kasus, khususnya UU Pidana yang isinya ternyata tidak demokratis dan melanggar hak mengeluarkan pendapat, meskipun terdapat akibatnya, berupa adanya bentuk quasi intervensi tersamar dari kekuasaan. Freedom & Impartial of Judiciary, Indriyanto Seno Adji 41 Dari pendekatan historis, Mahkamah Agung pernah melakukan pencabutan terhadap beberapa pasal yang masuk dalam kelompok "Haatzaai Artikelen" Buku II Bab V tentang Kejahatan terhadap Ketertiban Umum, yaitu Pasal 153 bis, Pasal 153 ter dan pasal 161 bis KUHPidana karena dipandang tidak demokratis dan tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat. Mahkamah Agung, atas inisiatif Adi Andojo Soetjipto pun, pernah melakukan pengujian secara materil terhadap Pasal 160 KUHPidana menghasut melakukan tindak pidana dalam kasus Muchtar Pakpahan karena dipandang sebagai pasal kolonial dan tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat masa kini, meskipun pengujian itu akhirnya dibatalkan oleh putusan Peninjauan Kembali dari Soerjono saat itu Ketua Mahkamah Agung. Semua ini menunjukkan bahwa kekuasaan Mahakamh Agung dalam memberikan penafsiran, sekaligus pengujian atas UU dalam arti formil melalui penanganan kasus yang ada di hadapan Mahkamah Agung, akhirnya memiliki dampak pada lembaga kekuasaan kehakiman, yang tentunya sebagai bentuk cerminan dari Quasi Intervensi dari lembaga ekstra judisial, khususnya terhadap kasus-kasus yang memiliki kepentingan ekonomi maupun politik. Memang harus diakui, dalam praktik komparatif negara-negara berkembang yang mengakui adanya HUM Mahkamah Agung terhadap UU akan selalu menimbulkan "friksi politis". Contohnya, sewaktu Ketua Mahkamah Agung saat itu Oemar Seno Adji, memungkinkan melakukan Perundang-undangan agar dapat sesuai dengan perkembangan dinamis dari masyarakat, meskipun dipandang sebagai pola pengujian materil terhadap Undang-Undang. Dalam perkara MALARI, Pasal 270 KUHAP Jaksa sebagai eksekutor putusan pidana yang berkekuatan tetap secara substansia -Ketua Mahkamah Agung agar para Terpidana perkara MALARI Hariman Siregar cs tidak perlu melaksanakan pidana, karena wajib menyelesaikan sisa studi, meski non-eksekutabel pasal 270 KUHAP hanya bersifat case by case basis, tetapi beleid Ketua Mahkamah Agung ini menimbulkan friksi diantara 2 kepentingan politis kekuasaan, eksekutif dan yudikatif. Friksi kepentingan politik tersendiri atas perkara MALARI tersebut. Pola usia yang kemudian memaknai pembatasan usia 65 tahun bagi Hakim Agung beleid -eksekutabel Ketua Mahkamah Agung atas perkara MALARI . Jurnal Hukum dan Peradilan, Volume 4, Nomor 1 Maret 2015 31 -50 42 Ide progresif pembaruan peradilan harus didukung, namun tetap dihindari sentralitas patrimonial kekuasaan yang justru melanggar independensi lembaga Mahkamah Agung. The dangerous potential of . Ahsin Thohari mengutip pendapat F. Andrew Hassen bahwa sistem perekrutan dan promosi seorang hakim dapat menjadi tolak ukur seberapa jauh sebenarnya kekuasaan kehakiman yang merdeka itu diimplementasikan dalam suatu Negara, karena secara tehnis sistem perekrutan dan promosi Hakim dapat membuka ruang terciptanya intervensi kekuasaan politik didalamnya. Rekruitmen Hakim Agung, termasuk pula promosi, eksaminasi, dan permasalahan usia memang memberikan arah peluang intervensi kekuasaan lembaga ekstra yudisial. Menilik sisi komparasi hukum, polemik atas pola rekruitmen maupun pola usia Hakim Agung merupakan lahan intervensi eksternal terhadap kekuasaan kehakiman. Era Marcos di Philipina, manakala Presiden Marcos menerbitkan Internal Security Act/ISA sejenis UU Subversi, judicial review atas ISA ditolak Supreme CourtMahkamah Agung ini, Pemerintah menerbitkan Martial Law semacam PERPU yang berisi perpanjangan usia Hakim Agung. Atas Martial Law ini, para pemutus ini memperoleh reward perpanjangan usia sebagai Hakim Agung. Sebaliknya di India ketika era Indira Gandhi menerbitkan UU Nasionalisasi Bank-Bank Asing. Judicial Review dikabulkan Supreme Court untuk menyatakan tidak sah UU tersebut. Atas sikap oposisinya yang tidak mengabdi kekuasaan, Pemerintah menerbitkan Martial Law yang berakibat Supreme Court memperoleh berupa pensiun dini para pemutus sebagai Hakim Agung yang seharusnya memasuki usia pensiun masih 3 tahun kedepan . 2 Independensi dalam proses penegakan hukum merupakan suatu wacana yang imperatif sifatnya. Lord Elwyn-Jones mantan Labour Lord Chancellor mengkritisi intervensi prosesual dan substansial terhadap independency of judiciary dengan menyatakan bahwa in Nazi Europe and ctims were the independence of the judiciary and the independence of the legal profession. Bahkan Lord Justice Dening, seorang Hakim Court of Appeal Inggeris yang kharismatis, menegaskan bahwa melewati 30 tahun integritas para Hakim have become increasingly cautious about what they have seen as assaults on their privileges and positions. The assaults were on the institution of the judiciary . Gangguan, serangan dan intervensi terhadap institusi peradilan itu begitu menguatnya sehingga pola intervensi dikemas Freedom & Impartial of Judiciary, Indriyanto Seno Adji 43 dalam bentuk tahapan-tahapan prosesual pra-ajudikasi yang meliputi tindakan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, penggeledahan, penyitaan dan lain-lain, kesemua ini memberikan arah seolah adanya suatu justifikasi yang berlindung di balik prinsip legalitas, bahkan kemasan ini dilakukan kemudian melalui regulasi dengan metode pola rekruitmen Mengutip ulang dari Ahsin Thohari mengutip pendapat F. Andrew Hassen bahwa sistem perekrutan dan promosi seorang hakim dapat menjadi tolak ukur seberapa jauh sebenarnya kekuasaan kehakiman yang merdeka itu diimplementasikan dalam suatu Negara, karena secara teknis sistem perekrutan dan promosi Hakim dapat membuka ruang terciptanya intervensi kekuasaan politik didalamnya. Rekruitmen Hakim Agung, termasuk pula promosi, eksaminasi, dan permasalahan usia memang memberikan arah peluang intervensi kekuasaan lembaga ekstra yudisial. Hubungan antara Lembaga Negara sungguh pernah mengalami polemik yang substansial yang tidak dikehendaki terulang dihari kedepan nantinya. Betapa tidak, sebagai suatu ingatan yang lalu saja bahwa ide progresif Komisi Yudisial dengan alasan reformasi yudikatif menimbulkan pro-kontra, lebih-lebih manakala PERPU Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang dijadikan sandaran arah legalitas. Ide melakukan re-evaluasi melalui seleksi ulang para Hakim Agung Aktif merupakan bentuk ketidakpercayaan Komisi Yudisial terhadap institusi peradilan tertinggi di Indonesia, ada semacam resistensi Komisi Yudisial seolah sebagai representasi publik terhadap lembaga peradilan tertinggi ini. Disatu sisi, pengamat membenarkan ide Komisi Yudisial ini sebagai salah satu bentuk terhadap Mahkamah Agung sebagai simbol institusi keadilan, tetapi pendapat lain menegaskan bahwa ide Komisi Yudisial justru menempatkan norma legislasi yang kontradiktif dan membentuk demoralisasi institusi peradilan tersebut. Tidak dipungkiri lagi, ide progresif Komisi Yudisial ini merupakan kepanjangan dari proses kasus suap lembaga Mahkamah Agung dalam perkara Probosutejo. Ketidak hadiran Ketua Mahkamah Agung atas lembaga negara ini. Walaupun akhirnya tidak terwujud, ide Seleksi Ulang Hakim Agung Aktif dari Komisi Yudisial mendapat respon Presiden dengan Salah satu pertimbangan tidak terealisasi Rancangan PERPU ini adalah kesan pola rekruitmen Hakim Agung Aktif sebagai bahagian intervesi quasi terhadap Lembaga Judisial Tertinggi di Indonesia . Harus selalu menjadi suatu ingatan, sebagaimana pernah dikatakan secara kritis oleh Denny Indrayana saat itu bahwa ide revolusioner adalah Jurnal Hukum dan Peradilan, Volume 4, Nomor 1 Maret 2015 31 -50 44 yang berpotensi menimbulkan tabrakan lebih mematikan bagi prinsip independence of judiciary ke depan. Tidak mustahil, dimasa datang hadir rezim otoriter yang menjadikan rujukan atau preseden Perpu seleksi ulang hakim agung demikian untuk merombak susunan hakim agung yang tidak mengabdi pada kekuasaannya. 7 Bayangkan saja, andai putusan MA dianggap tidak mengabdi pada kekuasaan, saat itu pula dilakukan pemberhentian Hakim Agung dengan berlindung secara legalitas di balik Perpu melalui pola seleksi ulang. PERPU dapat dimanfaatkan oleh Kekuasaan politik, juga menjadi sarana kewenangan yang polemik oleh lembaga pemegang PERPU tersebut itu. C. Lembaga Contempt of Court s SafeguardKebebasan Peradilan & Trial by the Press Sebagaimana diuraikan diatas, bahwa salah satu rambu-rambu dari Kebebasan Pers adalah persoalan mengenai a fair administration of justice umumnya menyangkut delik-delik yang bersangkutan dengan pengadilan contempt of courtPasal 210 KUHP dan Pasal 224 KUHP dan lain-lain, suatu pranata dari kebutuhan adanya bagi berlangsungnya a freedom and impartial judiciary yang sangat universal sifatnya. Berbagai komparasi praktik dan konsep pers bebas, Sistem Libertarian-pun tidak menghendaki adanya suatu kebebasan pers yang sangat absolut, yang justru akan menimbulkan suatu tirani kekuasaan yang berkelebihan dan akan menghancurkan makna kebebasan tersebut. Memang tidaklah mudah menterjemahkan antara pemberitaan yang merupakan wujud Kebebasan berekspresi dengan pemberitaan yang prejudicial apabila pemberitaan itu telah memberikan suatu opini dan konklusi yang menyesatkan atau salah serta berdampak negatif pada pihak lain secara luas. Pemberitaan-pemberitaan yang substansial sebagai kekuatan atas kebebasan pers yang absolut misleading opinionkehidupan dari Sistem Pers Libertarian. Dipahami bahwa agak tidak sesuai bagi Indonesia mengikuti aliran Libertarian dengan Negative Freedom-nya yang mengenal dan mengakui adanya suatu Right to Lie Hak Berbohong dengan memberikan basis adanya lembaga hukum sumber terpercaya, Right to Vilify Hak untuk mencemarkan nama baik, Right to Distort Hak untuk Mengacaukan maupun Right to Invade Privacy Hak memasuki kehidupan pribadi.   7 Denny Indrayana im Agung. Kompas, 27 Januari 2006. Freedom & Impartial of Judiciary, Indriyanto Seno Adji 45 Di Inggris, seperti halnya di Indonesia, pers sangat memperoleh perlindungsan hukum dalam membuat suatu berita. Pers mempunyai untuk tidak menyebutkan sumber berita. Ia dapat melakukan publikasi tanpa adanya suatu kewajiban untuk mengungkap darimana ia memperoleh informasinya. Hak istimewa ini bersifat absolut, sepanjang pemberitaan itu tidak mengandung pernyataan yang dapat menyinggung agama dan melanggar kesusilaam, dan yang terpenting harus bersifat . Apabila berkaitan dengan pemberitaan dari suatu proses persidangan maupun perkara, maka patut diperhatikan 2 hal yaitu pertama, jangan sampai adanya ketentuan stigmatis yang mengarah pada kesalahan tersangka/terdakwa sebelum adanya putusan pengadilan, kedua, juga jangan sampai seolah-olah tersangka/terdakwa hanyalah korban dari rekayasa pengadilan. Kebutuhan akan tertibnya penyelenggaraan peradilan sesuai konsep due process of law di Indonesia, telah memberikan pengakuan legislatif terhadap eksistensi lembaga Contempt of Court sebagaimana termuat pada Penjelasan Umum UU Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang berbunyi yang sebaik-baiknya bagi penyelenggaraan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, maka perlu dibuat suatu UU yang mengatur peniindakan terhadap perbuatan, tingkat laku, sikap dan atau ucapan yang dapat merendahkan dan merongrong kewibawaan, martabat dan kehormatan badan peradilan yang dikenal sebagai Bahkan Rancangan KUHP telah menempatkan pranata Contempt of Court pada Bab VI Tindak Pidana Terhadap Proses Peradilan yang tercantum pada Pasal 326 sampai dengan Pasal 340 KUHP yang mencakup pendekatan doktrin terhadap makna Contempt of Court yang meliputi, antara lain perbuatan, tingkah laku, sikap atau ucapan yang dapat merendahkan martabat dan kehormatan pengadilan . Kriteria konstitutif ini sesuai doktrin yang mencakup perbuatan-perbuatan merendahkan martabat peradilan, yaitu Sub judice rule, suatu usaha untuk mempengartuhi hasil dari suatu pemeriksaan peradilan, Disobeying a court order, tidak mematuhi perintah peradilan, Obstructing justice, membikin gangguan/obstruksi peradilan, Scandalizing pengadilan, melanggar sopan santun di pengadilan Misbehaving in court, tidak berkelakukan baik dalam pengadilan Lembaga atau pranata ini akan memberikan jaminan penyelenggaraan peradilan yang baik dan sesuai aturan Undang-Undang, Jurnal Hukum dan Peradilan, Volume 4, Nomor 1 Maret 2015 31 -50 46 dengan tetap memperhatikan doktrin, regulasi konstitutif maupun konvensi internasional tentang safeguard of free and impartial judiciary. Dalam keterkaitan antara perbuatan dalam lingkup Sub Judice Rule dengan Trial By the Press berkaitan dengan , surat kabar Daily Mirror Inggris yang memberikan komentar yang mengarah pada prejudice dari Vampire Arresteddihukum denda 10 Ribu Pound dan editor dihukum pidana penjara 3 bulan. Let the Directors beware. If this sort of thing should happen again, they may find that the arm 8 Semua ini menjelaskan bahwa pembentukan melalui peran media sebagai kekuatan sosial dari Freedom of the Press, tidaklah selalu bersifat total absolut, ia memiliki rambu-rambu hukum sebagai pengawasan kekuatan tangan keadilan! Kesimpulan yang dapat diberikan secara garis besar mengenai Peran Media, Opini Publik dan keterkaitannya dengan A Freedom & Impartial of Judiciary dirangkumkan sebagai berikut 1. Kilas balik Era Orde Baru, dengan UU Tahun 1982 tentang Pokok- sebagai karakter sistem Social Responsibility Press seharusnya lebih menekankan pada Legal Approach Pendekatan Hukum. 2 polar yaitu, yaitu polar pertama, pers bebas yang harus dimaknai sebagai larangan dilakukan tindakan prevensi, sedangkan pers yang bertanggung jawab sebagai polar kedua, untuk menyelesaikan berkaitan dengan pemberitaan pers melalui mekanisme hukum. Implementasi Pers Bebas dan Bertanggungjawab ini nyatanya berlainan dengan makna dan konsepnya yang justru mengarah pada Sistem Authoritarian yang mengenal breidel dan sensor. 2. Sejak Era Reformasi dengan disahkannya UU Tahun 1999 tentang Pers. Dalam UU ini, khususnya Pasal 2, istilah yang digunakan sebagai aksentuasi dari Sistem Libertarian Press yang total absolut dengan meletakan segala konsekuensi hukum atas substansi pemberitaannya melalui institusi yudikatif, tanpa menghendaki adanya bentuk bentuk kriminalisasi terhadap pers dengan segala alasan dan maksud arah limitatifnya. Pada sistem Libertarian di era reformasi ini, tidak dikehendaki adanya tindakan prevensi dalam bentuk apapun,   8 Lord Denning. The Due Process of Law. First Reprint. London Billing & Sons Limited. 1980. Page 17. Freedom & Impartial of Judiciary, Indriyanto Seno Adji 47 artinya polar kebebasan sering diartikan sebagai kebebasan tanpa bataskebebasan total absolut - yang hanya tunduk pada Behavior Code atau Kode Etik Internal komunitas pers, yang dianggap berlainan dengan penyelesaian jalur hukum, yaitu tunduk pada Syarat Limitatif artinya, tidak diperkenankan membetuk atau menciptakan ketentuan-ketentuan yang justru akan membatasi kebebasan pers itu sendiri dan Syarat Demokratis artinya tidak diperkenakan melakukan pemidanaan terhadap pernyataan-pernyatan yang bersifat prive, seperti diatur dan yang masih berlaku pada Pasal 132 bis KUHP yang undemokratis sifatnya. 3. Konvensi Internasional dan doktrin mengenal rambu-rambu terhadap kemerdekaan pers dan berpendapat, yang akhirnya diserahkan kembali kepada pers dalam menegakkan peran self-cencorship secara institusional pers, yaitu antara lain, tidak menyimpangi dari a. National security and public order keamanan nasional dan ketertiban umum, seperti Bab I, II, V dari Buku II KUHP; b. Expression to war or to national, racial or religious hatred pemidanaan terhadap hasutan untuk menimbulkan kebencian ras atau agama; c. Incitement to violence and crime hasutan untuk melakukan kekerasan dan kejahatan, seperti Pasal 160, Pasal 161 KUHP; d. Attacks on founders of religion serangan terhadap pendiri agama yang menimbulkan pelanggaran terhadap delik e. Public health and moral kesehatan dan moral, seperti Pasal 281, Pasal 282 KUHP; f. Rights, honour and reputation of others hak-hak, kehormatan dan nama baik seseorang, yang um -pasal 154, 155, 156, 157, 207, 208, 310, 315 KUHP, walaupun sudah ada yang dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi sebagai haatzaai artikelen g. Fair administration of justice umumnya menyangkut delik-delik yang bersangkutan dengan pengadilan contempt of courtPasal 210 KUHP dan Pasal 224 KUHP. Rambu-rambu seperti ini memberikan aktuensi bahwa agak tidak sesuai bagi Indonesia mengikuti aliran Libertarian dengan Negative Freedom-nya yang mengenal dan mengakui adanya suatu Right to Lie Hak Berbohong dengan memberikan basis adanya lembaga hukum sumber terpercaya sebagai Previlege Right, adanya pula Right to Vilify Hak untuk mencemarkan nama baik, Right to Distort Hak untuk Mengacaukan maupun Right to Invade Privacy Hak memasuki kehidupan pribadi. 4. Walaupun Pers mempunyai yang absolut untuk tidak menyebutkan sumber berita, Ia dapat melakukan publikasi tanpa adanya Jurnal Hukum dan Peradilan, Volume 4, Nomor 1 Maret 2015 31 -50 48 suatu kewajiban untuk mengungkap darimana ia memperoleh informasinya, sepanjang pemberitaan itu tidak mengandung pernyataan yang dapat menyinggung agama dan melanggar kesusilaan, serta rambu-rambu lainnya, dan yang terpenting harus bersifat . Apabila berkaitan Peradilan Bebas dan Tidak Memihak, dengan pemberitaan dari suatu proses persidangan maupun perkara, maka patut diperhatikan 2 hal yaitu pertama, jangan sampai adanya ketentuan stigmatis yang mengarah pada kesalahan tersangka/terdakwa sebelum adanya putusan pengadilan, kedua, juga jangan sampai seolah-olah tersangka/terdakwa hanyalah korban dari rekayasa pengadilan, karenanya suatu pemberitaan yang merupakan wujud Kebebasan prejudicialpemberitaanya menimbulkan suatu apabila pemberitaan itu telah memberikan suatu opini dan konklusi yang menyesatkan atau salah serta berdampak negatif pada jalannya proses peradilan maupun pihak lain secara luas sebagai pengakuan dari Sistem Pers Libertarian dapat dihadapi dengan rasa tanggung jawab dari pers itu sendiri, baik secara etik norma maupun hukumnya. 5. Previlege Right Absolut dari Pers adalah memiliki rambu-rambu yang memberikan suatu batasan -suatu moral hazard- atas dasar Interest of justice atau national security atau for prevention of disorder or crime yang dapat dikeluarkan oleh lembaga peradilan sebagai bentuk kriteria Sub Judice Rule ataupun Disobeying a Court Order dari pranata Contempt of Court. 6. Pada Negara Demokrasi yang universal dan proses demokratisasi transisi seperti Indonesia yang mengenal adanya suatu kebebasan berpendapat dan berekspresi, keberadaan pranata Contempt of Court adalah sesuatu kebutuhan mendesak -an urgent need- yang sebenarnya telah ada sejak UU Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung maupun terwujud melalui Rancangan KUHP Nasional, suatu terhadap a Freedom & Impartial Judiciary!. Daftar Pustaka Bagir Manan. Sistem Peradilan Berwibawa Suatu Pencarian. Jakarta Penerbit Mahkamah Agung. 2005. Denny Indrayana Kompas, 27 Januari 2006 . Freedom & Impartial of Judiciary, Indriyanto Seno Adji 49 Lord Denning. The Due Process of Law. First Reprint. London Billing & Sons Limited. 1980 Oemar Seno Adji. Perkembangan Delik Pers di Indonesia. Cetakan Kedua. Jakarta. Penerbit Erlangga. 1991 -. Pers Aspek-Aspek Hukum. Cetakan Kedua. Jakarta Penerbit Erlangga. 1977 Oemar Seno Adji & Indriyanto Seno Adji. Peradilan Bebas & Contempt of Court. Cetakan Kesatu. Jakarta. Penerbit Diadit Media. 2007 ξ€€ξ€€ξ€€ξ€€ξ€€ξ€€ξ€€ξ€€ξ€€ξ€€ξ€€ξ€€ξ€€ξ€€ξ€€ξ€€ξ€€ξ€€ξ€€ξ€€ξ€€ξ€€ξ€€ξ€€ξ€€ξ€€ Jurnal Hukum dan Peradilan, Volume 4, Nomor 1 Maret 2015 31 -50 50 ξ€€ξ€€ξ€€ξ€€ξ€€ ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Due Process of Law. First Reprint. London Billing & Sons LimitedLord DenningLord Denning. The Due Process of Law. First Reprint. London Billing & Sons Limited. 1980Perkembangan Delik Pers di IndonesiaAdji Oemar SenoOemar Seno Adji. Perkembangan Delik Pers di Indonesia. Cetakan Kedua. Jakarta. Penerbit Erlangga. 1991 -. Pers Aspek-Aspek Hukum. Cetakan Kedua. Jakarta Penerbit Erlangga. 1977
1 Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut: a. yang nilainya Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap
Dalam konstitusi telah ditentukan secara tegas bahwa negara Republik Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum rechstaat, demikian pula yang tertuang dalam penjelasan konstitusi UUD 1945 NRI. Di dalam representasi negara hukum, salah satu faktor terpenting terletak dalam lembaga peradilannya, dimana dimungkinkan selalu timbul adanya sengketa antara yang diperintah dengan yang memerintah, dalam hal ini antara penyelenggara negara yang berhadapan dengan rakyatnya. Salah satu prinsipal dari negara hukum adalah hadirnya kekuasaan kehakiman yang bebas dan merdeka, independen dari segala unsur kekuasaan apapun. Tanpa adanya independensi maupun kemandirian dalam badan kekuasaan kehakiman dapat memberikan pengaruh dan dampak yang buruk termasuk peluang munculnya penyalahgunaan kekuasaan atau penyimpangan kekuasaan maupun juga diabaikannya hak asasi manusia oleh penguasa negara. Kekuasaan kehakiman di Indonesia dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung, dan juga lembaga peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkup lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, maupun peradilan tata usaha negara, dan juga oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Hakim dalam hal ini sebagai badan fungsional pelaksana kekuasaan kehakiman, sebab pada dasarnya kekuasaan kehakiman mempunyai pilar-pilar yang terdiri dari badan peradilan yang dibentuk dan disusun berdasarkan peraturan perundang-undangan. Penelitian ini mengkaji mengenai independensi peradilan yang ada di Indonesia sebagai representasi dari adanya negara hukum. Metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan normatif. Sebagai rumpun ilmu normatif, ilmu hukum mempunyai alur kerja secara khas sui generis. Metode pendekatan yang digunakan di penelitian hukum ini yaitu menggunakan pendekatan yuridis-normatif, dimana metode penelitian hukum ini dilakukan dengan cara mengkaji lebih mendalam terhadap bahan-bahan kepustakaan atau bahan hukum sekunder. Dalam penelitian ini, digunakan pendekatan perundang-undangan atau yang disebut dengan statute approach, yang dikaji dengan cara menelaah berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan termasuk juga pengaturan regulasi yang terkait dengan kajian permasalahan yang diambil. Pendekatan lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan konseptual conceptual approach yang berpijak dari pandangan atau pendapat ahli maupun doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum. Kata Kunci independensi, peradilan, negara hukum, hakim Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 82 Jurnal Law and Justice, Vol. 3 No. 2 Oktober 2018Independensi Peradilan dan Negara HukumVolume 3, Nomor 2, Oktober 2018INDEPENDENSI PERADILAN DAN NEGARA HUKUMNuria Siswi EnggaraniFakultas Hukum Universitas Muhammadiyah SurakartaEmail Nse178 AbstrakDalam konstitusi telah ditentukan secara tegas bahwa negara Republik Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum rechstaat, demikian pula yang tertuang dalam penjelasan konstitusi UUD 1945 NRI. Di dalam representasi negara hukum, salah satu faktor terpenting terletak dalam lembaga peradilannya, di mana dimungkinkan selalu timbul adanya sengketa antara yang diperintah dengan yang memerintah, dalam hal ini antara penyelenggara negara yang berhadapan dengan rakyatnya. Salah satu prinsipal dari negara hukum adalah hadirnya kekuasaan kehakiman yang bebas dan merdeka, independen dari segala unsur kekuasaan apapun. Tanpa adanya independensi maupun kemandirian dalam badan kekuasaan kehakiman dapat memberikan pengaruh dan dampak yang buruk termasuk peluang munculnya penyalahgunaan kekuasaan atau penyimpangan kekuasaan maupun juga diabaikannya hak asasi manusia oleh penguasa negara. Kekuasaan kehakiman di Indonesia dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung, dan juga lembaga peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkup lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, maupun peradilan tata usaha negara, dan juga oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Hakim dalam hal ini sebagai badan fungsional pelaksana kekuasaan kehakiman, sebab pada dasarnya kekuasaan kehakiman mempunyai pilar-pilar yang terdiri dari badan peradilan yang dibentuk dan disusun berdasarkan peraturan perundang-undangan. Penelitian ini mengkaji mengenai independensi peradilan yang ada di Indonesia sebagai representasi dari adanya negara hukum. Metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan normatif. Sebagai rumpun ilmu normatif, ilmu hukum mempunyai alur kerja secara khas sui generis. Metode pendekatan yang digunakan di penelitian hukum ini yaitu menggunakan pendekatan yuridis-normatif, di mana metode penelitian hukum ini dilakukan dengan cara mengkaji lebih mendalam terhadap bahan-bahan kepustakaan atau bahan hukum sekunder. Dalam penelitian ini, menggunakan pendekatan perundang-undangan atau yang disebut dengan statute approach, yang dikaji dengan cara menelaah berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan termasuk juga pengaturan regulasi yang terkait dengan kajian permasalahan yang diambil. Pendekatan lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan konseptual conceptual approach yang berpijak dari pandangan atau pendapat ahli maupun doktrin yang berkembang dalam ilmu Kunci independensi, peradilan, negara hukum, hakim 83Jurnal Law and Justice, Vol. 3 No. 2 Oktober 2018Nuria Siswi EnggaraniPendahuluanKonstitusi telah menentukan yang tertuang dalam aturan dasar negara bahwa Negara Republik Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum. Begitu juga dalam penjelasan konstitusi yang menjelaskan mengenai sistem pemerintahan negara di mana jelas diatur bahwa Indonesia merupakan negara yang berdasar atas hukum rechstaat”. Konsep rechstaat merupakan konsep negara hukum di negara-negara Eropa Kontinental yang menganut sistem Civil Law. Di dalam konsep ini, berdasarkan doktrin yang dijelaskan oleh Julius Stahl, bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam negara hukum terdiri atas beberapa poin penting sebagai berikuta. Adanya jaminan terhadap hak asasi manusia grondrechten;b. Adanya pembagian kekuasaan scheiding van machten;c. Pemerintahan haruslah berdasarkan peraturan-peraturan hukum wet matigheid van her bert;d. Adanya peradilan administrasi administratief rechtspraak.1Salah satu unsur yang paling penting dalam negara hukum yaitu adanya lembaga peradilan yang independen, sebab dalam sebuah pemerintahan, selalu terdapat permasalahan atau sengketa yang melibatkan penyelenggara negara dalam hal ini pemerintah yang berhadapan dengan rakyat dalam suatu pemerintahan yang melanggar aturan hukum yang telah ditetapkan. Doktrin yang sama disampaikan oleh Sjahran Basah, mengenai hadirnya peradilan sebagai salah satu unsur yang penting dan juga paling dominan yang merujuk ke dalam proses-proses penegakan hukum untuk memberikan keadilan dan juga kepastian hukum bagi masyarakat dan juga pemerintah demi tercapainya apa yang dinamakan dengan check and Posisi atau kedudukan lembaga-lembaga peradilan di Indonesia merupakan satu kesatuan dari implementasi adanya konsep negara hukum yang mencitakan adanya supremasi hukum 1 Donald A. Rumokoy, 2001, Perkembangan Tipe Negara Hukum dan Peranan Hukum Administrasi Negara di Dalamnya dalam Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta UII Press, hlm. 72 Sjachran Basah, 1997, Eksistensi dan Tolok Ukur Badan Peradilan Administrasi di Indonesia, Bandung Alumni, hlm. 26maupun penegakan hukum yang dalam tercapainya negara hukum yang berkeadilan, salah satu faktor utama dengan adanya kekuasaan kehakiman yang merdeka dan independen. Tanpa adanya independensi dalam lembaga kehakiman dan juga peradilan yang banyak dipengaruhi oleh kekuasaan pemerintah atau eksekutif, hal ini dapat memperlebar peluang terjadinya penyalahgunaan kekuasaan atau adanya kesewenang-wenangan dalam pemerintahan termasuk diabaikannya hak asasi manusia oleh penguasa negara dan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan lembaga peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, peradilan militer, peradilan agama, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Sementara itu, lembaga peradilan lain yang memiliki fungsi di bidang kekuasaan kehakiman diatur lebih lanjut dalam pengaturan undang-undang. Hal ini selain memberikan pengaturan yang jelas tentang posisi lembaga-lembaga peradilan tersebut di luar tempat lingkungan peradilan yang telah diatur dalam Kekuasaan kehakiman sebagaimana diatur dalam konstitusi UUD NRI 1945 yang dituangkan dalam Pasal 24 ayat 2, di mana dalam pasal tersebut disebutkan bahwa β€œKekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi,” hal ini sebagaimana pula yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 yang selanjutnya disebut Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman dalam Pasal 25, yang menyatakan bahwa badan peradilan yang berada di bawah MA meliputi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan militer, peradilan agama, dan juga peradilan tata usaha negara. 3 Galang Asmara, 2006, Peradilan Pajak dan Lembaga Penyanderaan dalam Hukum Pajak di Indonesia, Yogyakarta LaksBang Pressindo, hlm. 34 Frans Magnis Suseno, Etika Politik, Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003. 5 Muhammad Djafar Saidi, Perlindungan Hukum Wajib Pajak dalam Penyelesaian Sengketa, Jakarta Rajagraξ‚Ώndo Persada, 2007, hlm. 32 84 Jurnal Law and Justice, Vol. 3 No. 2 Oktober 2018Independensi Peradilan dan Negara HukumBeranjak dalam ketentuan tersebut, maka lembaga-lembaga yang didirikan yang berada pada fungsi kekuasaan kehakiman telah disebutkan dan diatur secara limitatif atau terbatas. Sehingga tidak ada lembaga peradilan selain yang telah disebutkan secara tegas dan diatur dalam konstitusi expressive verbs. Meskipun kemudian di masa mendatang dimungkinkan untuk dibangun lembaga peradilan atau pengadilan yang berwenang menangani kasus tertentu sesuai dengan kesepakatan atau ketentuan yang telah dibuat dewan legislatif, namun lembaga tersebut haruslah kemudian berada dalam salah satu lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yakni lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, peradilan militer atau lingkungan peradilan tata usaha negara. Hakim sebagai pelaku utama secara fungsional dalam melaksanakan fungsi terhadap kekuasaan kehakiman, sebab dalam pengaturan konstitusi di Indonesia, telah diatur bahwa kekuasaan kehakiman yang terdiri atas fungsi badan peradilan yang dilaksanakan berdasarkan ketentuan undang-undang. Di dalam mengimplementasikan fungsi kekuasaan kehakiman, hakim dalam hal ini harus profesional dalam menjalankan ruang lingkup kewajiban dan tugas yang telah diatur dalam perundang-undangan. Setelah hakim mampu memahami hal yang menjadi kewenangannya, selanjutnya hakim diharapkan dapat menerapkan nilai-nilai moral dan integritasnya dan secara profesional dapat menyelesaikan kasus-kasus perkara yang ditanganinya secara adil dengan berpedoman pada keyakinan hakim dan Sehingga dalam hal untuk mendapatkan sumber daya hakim dengan kualitas nilai-nilai dan kriteria tertentu yang ditetapkan untuk memiliki integritas yang tinggi, kepribadian yang tidak tercela, adil profesional, dalam pelaksanaan dan serangkaian proses seleksi hakim merupakan bagian yang cukup penting, sebab tanpa proses seleksi pengangkatan hakim yang transparan dan terbuka dapat memiliki dampak dan berpengaruh terhadap penegakan hukum sistem peradilan dalam mewujudkan nilai-nilai dan pelaksanaan pengawasan dalam hal ini merepresentasikan hubungan kesepakatan atau persetujuan antara yang diperintah atau rakyat dengan yang memerintah 6 Wildan Suyuthi Mustofa, Kode Etik Hakim, Kencana Prenadamedia Group, 2013, Jakarta, hlm. 105atau Warga negara atau masyarakat memberikan hak atau pelimpahan kekuasaan kepada eksekutif dalam penarikan pajak tax, tidak hanya itu dan juga dalam pelaksanakan kebijakan dan hukum. Namun sebagai tindakan imbal balik, masyarakat mengaharapkan dan menghendaki adanya keterbukaan, pertanggungjawaban dan akuntabilitas. Mereka mencitakan adanya representasi volkgeist dalam bentuk pemerintahan yang dapat memberikan penerangan dan keterbukaan terhadap publik yang berkaitan dengan cara mereka menjalankan kekuasaan di tangan mereka untuk kemudian dilakukan pengawasan tidak menutup kemungkinan dilakukan koreksi, komplain, maupun gugatan jika dalam pelaksanaan terdapat penyimpangan, kekuasaan yang sewenang-wenang dan di luar aturan hukum yang ada, dan juga terjadinya arbitraty power dalam birokrasi dan Akuntabilitas yang sehat menjadi semacam tolok ukur atau atribut formal dalam representasi pemerintahan yang demokratis dengan adanya kepastian akuntabilitas dan pertanggungjawaban yang jelas antara yang diperintah dengan yang Dalam ciri negara hukum yang demokratis salah satu faktor penting adalah adanya pertanggungjawaban yang jelas dari para penyelenggara negara terhadap keputusan yang diambil dan dibentuk menjadi hukum negara, di mana pertanggungjawaban tersebut sering melekat dengan peristilahan responsibility, transparency, dan acccountability. Istilah akuntabilitas dalam kajian ilmu sering dilihat dalam perspektif kajian ilmu di bidang manajemen dan juga administrasi, namun kajian tentang akuntabilitas dari perspektif hukum administrasi memerlukan pengembangan lebih lanjut dalam kebutuhan ilmu pemerintahan konstitusionalisme, lembaga peradilan menjadi unsur penting dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja pemerintah dengan melindungi hak-hak dasar sipil dan Konstitusi memperkuat esensi dibentuknya 7 Mark Schacter, When Accountability Fails A Framework for Diagnosis and Action, Institute On Governance, Ottawa, Ontario, Canada, 2000, hlm. 18 Ziyad Motala & Cryril Ramaphosa, Constitutional Law analysis and Cases, Southern Africa, Cape Town Oxford University Press, Published in South Africa, 2002, hlm. 177 85Jurnal Law and Justice, Vol. 3 No. 2 Oktober 2018Nuria Siswi Enggaraniperadilan sebagai benteng dalam memperkokoh dan mempertahankan nilai-nilai dasar Salah satu pemaknaan dari konstitusionalisme adalah adanya pemerintahan yang Adanya pengaturan dalam pembatasan terhadap struktur pemerintahan yang dimuat dalam konstitusi atau yang disebut dengan paham konstitusionalisme, salah satu fungsinya lebih dari sekadar pembagian kekuasaan, tetapi lebih pada upaya pengendalian dan pengaturan otoritas dan kekuasaan politik sehingga tidak dijadikan landasan maupun sarana untuk bertindak di luar kewenangan yang diberikan atau bertindak sewenang-wenang dalam menjalankan kekuasaan politik maupun Adanya pemisahan kekuasaan dalam ajaran Trias Politica secara fungsional terhadap kekuasaan negara dan struktur pemerintahan yang bersifat horizontal sebagaimana yang dibagi ke dalam kekuasaan legislatif, kekuasaan yudikatif, maupun kekuasaan Kekuasaan legislatif yang merupakan kekuasan dalam bidang pembentukan peraturan perundang-undangan, kekuasaan yudikatif yang merupakan kekuasaan dalam bidang mengadili atas pelanggaran undang-undang serta kekuasaan eksekutif yang dalam fungsi menjalankan atau melaksanakan ketentuan undang-undang yang telah Dalam struktur pemerintahan yang telah dibuat separation of power sebagaimana yang telah disebutkan, dalam pelaksanaannya tidak terlalu kaku dijalankan, namun lebih kepada sebuah hubungan yang saling melengkapi, melakukan pengawasan, check and balance, dan juga saling mengimbangi antar Hal ini dilakukan sebagai upaya pembatasan yang telah dilakukan, tidak disimpangi ke dalam bentuk pelampauan masing-masing kewenangan dalam batas-batas kekuasaannya. Pembagian kekuasaan sebagai komponen maupun unsur prinsip kedua dari adanya negara hukum modern merupakan prinsip organisasional di mana pelaksanaannya haruslah dijamin dan diberikan kepastian 11 Ibid., hlm. 17812 Ibid., hlm. 17613 Eric Barendt, An Introduction Constitutional Law, London Clarendon Law Series, Oxford University Press, 1998, hlm. 1414 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar ilmu Politik, edisi Revisi Cetakan ke-empat Oktober 2009 Jakarta Gramedia Pustaka, 2009, Sri Soemantri, Hak Menguji Materil Di Indonesia, Bandung Alumni, 1997, Ibid., hlm. 153bahwa segala kekuasaan pemerintahan yang dijalankan dalam negara dapat diuji dan dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, dapat ditarik permasalahan untuk dikaji sebagai berikutBagaimana kajian independensi peradilan di Indonesia sebagai negara hukum?Metode PenelitianMetode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan normatif. Sebagai ilmu normatif, ilmu hukum memiliki cara kerja yang khas sui Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis-normatif yaitu metode penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder. Penulisan ini menggunakan pendekatan perundang-undangan statute approach dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang terkait dengan permasalahan yang sedang Sedangkan pendekatan lain yang digunakan adalah pendekatan konseptual conceptual approach beranjak dari pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu Hasil dan PembahasanUnited Nation telah mengadopsi beberapa prinsip penting terkait dengan peradilan yang bebas berdasarkan Basic Principles on the Independence of the Judiciary yang berarti Prinsip-Prinsip Dasar dari Sebuah Peradilan yang Bebas pada Kongres Ke-7 pada tahun Sebagai konsekuensi dari penggunaan Prinsip-Prinsip Dasar oleh Perserikatan Umum United Nation, masing-masing negara diharapkan 17 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cet. Ke 6, Jakarta; Kencana, 2010, hlm. 35 18 Ibid.,, hlm. 9319 Ibid.,hlm. 9520 Penulis bekerja di Badan Peradilan Mahkamah Agung di Nova Scotia, Kanada. Tulisan ini adalah resume dari paper yang ditulis saat penulis sedang belajar di Pusat Internasional untuk Reformasi Peradilan Pidana dan Kebijakan Peradilan Pidana di Vancouver, Kanada. 86 Jurnal Law and Justice, Vol. 3 No. 2 Oktober 2018Independensi Peradilan dan Negara Hukumuntuk menjamin independensi dari peradilan pada konstitusinya atau pada hukum yang diterapkan di negara tersebut. Meskipun kemerdekaan bagi sebuah badan peradilan pada dasarnya menjadi syarat atau prinsip esensial yang nyata pada berbagai sistem hukum yang adil, namun luasan deξ‚Ώnisi yang tepat bagi prinsip itu sendiri mungkin sulit diterapkan di negara yang berbeda kultur atau kebudayaan dan sistem hukum yang umum, atau pada dasarnya, kemerdekaan dari sebuah badan peradilan adalah selalu merujuk pada kemampuan hakim untuk memutuskan sebuah perkara dengan bebas dari tekanan atau hasutan apapun. Dengan demikian, institusi peradilan secara keseluruhan juga harus independen atau merdeka dengan menjadi terpisah dari pemerintah dan pusat kekuasaan lainnya. Peran utama dari sebuah peradilan yang independen adalah untuk meningkatkan pelaksanaan rule of law dan untuk memastikan atau menjamin supremasi hukum. Jika sebuah badan peradilan benar tidak memihak dan merdeka dalam melaksanakan fungsi adjudicative-nya, maka badan tersebut harus memiliki kewenangan khusus yang tetap membuatnya β€œterpisah” dari institusi ke pemerintahan lain, organisasi politik, pengaruh organisasi non-governmental, dan terbebas dari pengaruh-pengaruh lain di luar itu seperti halnya yang ditulis oleh Justice William Kelly, sebagai berikutβ€œSimply stated, judicial independence is the ability of a judge to decide a matter free from pressures or inducements. Additionally, the institution of the judiciary as a whole must also be independent by being separate from government and other concentrations of power. The principal role of an independent judiciary is to uphold the rule of law and to ensure the supremacy of law. If the judiciary is to exercise a truly impartial and independent adjudicative function, it must have special powers to allow it to β€œkeep its distance” from other governmental institutions, political organisations, and other non-governmental inuences, and to be free of repercussions from such outside inuences.”2121 Justice William Kelly, An Independent Judiciary The Core of The Rule of LawBasis dari peradilan yang independen selanjutnya diawali dengan prinsip pertama yakni peradilan yang independen seharusnya dijamin oleh Negara dan ditetapkan dalam konstitusi atau hukum dari suatu negara. Hal itu adalah kewajiban dari pemerintah dan institusi lain untuk menghargai dan mengawasi independensi peradilan itu sendiri sebagaimana dinyatakan sebagai berikutβ€œThe independence of the judiciary shall be guaranteed by the State and enshrined in the Constitution or the law of the country. It is the duty of all governmental and other institutions to respect and observe the independence of the judiciary”.22Hukum pidana telah eksis berlangsung sejak manusia pertama kali mengakui bahwa perselisihan lebih baik diselesaikan lewat jalur pengadilan daripada melalui perselisihan secara ξ‚Ώsik. Penyelesaian perselisihan secara berangsur beralih dari penyelesaian secara kekeluargaan, oleh suku yang lebih tua, maupun oleh kepala suku, beralih menjadi penyelesaian oleh hakim-hakim profesional yang dibentuk dalam sebuah negara. Beberapa contoh dalam sejarah awal dari hukum pidana tertulis yang dibuat selama Dinasti Xia23 2100-1600 BCE dan pada saat masa Hammurabi24 1792-1750 BCE dari Negeri Babylon, di mana code-code atau aturan kepidanaan tertulis dan sistem peradilan yang cukup canggih telah bermula di Inggris, John Locke dan ξ‚Ώlsuf Prancis, Montesquieu, secara umum dianggap memiliki pengaruh paling besar dalam perubahan atau evolusi dari konsep-konsep modern dalam sebuah independensi peradilan. Pada akhir Abad ke-18, John Locke, yang mendapat pengaruh yang 22 Prinsip ini merupakan prinsip pertama dari Basic Principles yang ada di dalam Basic Principles on the Independence of the Judiciary yang diadopsi oleh United Nations dalam Kongres Ketujuh pada tahun 1985. Prinsip selanjutnya akan dituangkan pada pembahasan yang Hukum pidana ini dibuat selama rezim dari penguasa Yu, dan meskipun belum ditemukan namun tertulis dalam sejarah selanjutnya dan dikatakan memuat sekitar 3000 pasal atau aturan di dalamnya24 Hammurabi membuat kotanya menjadi kota yang maju dari Mesopotamia dan mengkodiξ‚Ώkasi hukum-hukum di wilayahnya. Code yang cukup tua ini ditemukan dalam sebuah kolom di Susa, dan dikodiξ‚Ώkasikan ulang oleh Arkeolog Inggris, Francis Steele pada tahun 1947 87Jurnal Law and Justice, Vol. 3 No. 2 Oktober 2018Nuria Siswi Enggaranicukup kuat akibat adanya Revolusi Inggris pada tahun 1688 dan Revolusi Amerika pada tahun 1776, menyatakan bahwa hukum yang dibangun bersama dengan hak untuk mengajukan banding ke hakim-hakim yang independen merupakan faktor yang cukup esensial dalam sebuah masyarakat sipil dan tanpa hak tersebut, mereka masih dalam predikat β€œin state of nature”. Dan pada intinya dalam konsep modern dalam sebuah peradilan yang independen adalah bertumpu pada teori pembagian kekuasaan di mana peradilan harus berfungsi secara indepeden dan terbebas dari kekuasaan legislatif maupun eksekutif dari sebuah Deklarasi Universal tentang Hak-Hak Asasi Manusia25 mengungkapkan prinsip-prinsip sebagai berikut 1 equality before the law; 2 praduga tidak bersalah; 3 hak untuk memperoleh keadilan dan untuk didengar oleh pengadilan yang berkompeten, independen, dan tidak memihak yang dibangun oleh hukum. Prinsip-prinsip dasar dalam peradilan yang independen mengalami kesenjangan atau gap antara pandangan terhadap prinsip-prinsip dasar ini dan implementasi aktualnya. Secara umum dapat dikatakan bahwa tidak ada sistem peradilan di dunia yang secara penuh dan patuh mengimplementasikan setiap bagian dari prinsip-prinsip dasar ini, melainkan hanya secara nyata beberapa negara mengimplementasikan bagian yang lebih luas dari negara yang adalah doktrin pembagian kekuasaan. Prinsip kedua adalah badan peradilan harus menentukan permasalahan berdasarkan basis fakta dan menurut huku, tanpa batasan apapun, pengaruh yang tidak tepat, tekanan, ancaman pengaruh-pengaruh baik langsung maupun tidak langsung, untuk alasan apapun. Prinsip selanjutnya adalah seharusnya tidak ada ketidakpantasan apapun atau pengaruh dalam atau bersamaan dengan proses peradilan, tidak juga keputusan peradilan dari pengadilan dijadikan subjek perubahan atau revisi. Hal ini sebagaimana yang dikutip bahwa25 Diadopsi oleh United Nation pada bulan Desember, 1948. Pasal 10 menyebutkan, β€œEveryone is entitled in full equality to a fair and public hearing by an independent and impartial tribunal, in the determination of his rights and obligations and of any criminal charge against him.” Lihat juga pasal 14 ayat 1 dari ICCPR International Covenant on Civil and Political Rights β€œ The judiciary shall decide matters before them impartially, on the basis of facts and in accordance with the law, without any restrictions, improper inuences, inducements, pressures, threats of interferences, direct of indirect, from any quarter or for any reason. There shall not be any inappropriate or unwarranted interference with the judicial process, nor shall judicial decisions by the courts be subject to revision. This principle is without prejudice to judicial review or to mitigation or commutation by competent authorities of sentences imposed by the judiciary, in accordance with the law.”Prinsip dasar di atas melingkupi beberapa area atas cabang-cabang yang mungkin dalam peradilan yang bebas yang meliputi asas-asas penting dalam sebuah proses peradilan, sikap tidak memihak, dan bebas dari pengaruh di luar. Hanya di mana sebuah peradilan yang merdeka itu ada, hakim memutuskan perkara secara tidak memihak, karena β€œthe rule of law” memerlukan bahwa seorang hakim tidak melakukan pengulangan atau terikat dari pengaruh-pengaruh yang terdapat di luar. Sejarah peradilan di dunia menunjukkan bahwa bahaya terbesar dari pengaruh adalah datang dari institusi pemerintahan atau partai-partai politik. Sebuah peradilan yang bebas tidak harus hanya menjadi independen atas pengaruh-pengaruh yang lain tetapi itu harus muncul untuk menjadi independen. Hal ini karena sebuah peradilan hanya bisa benar-benar diterima sebagai badan yang adil jika dia mempunyai kepercayaan publik bahwa peradilan tersebut adil dan tidak memihak. Konsep ini melahirkan adagium yang terkenal bahwa β€œperadilan tidak hanya harus diselesaikan tetapi harus juga dilihat selesai”. Sebagai mana Thurgood Marshall dari Mahkamah Agung US pernah berkata bahwa, β€œKita harus tidak pernah melupakan bahwa satu-satunya sumber kekuasaan bahwa kita sebagai hakim adalah dengan menghormati orang-orang.”26Prinsip selanjutnya yang penting adalah pengaturan mengenai kehakiman, kemandirian dan independensinya, keamanan, remunerasi yang cukup, kondisi pelayanan, pensiun dan umur 26 Justice William Kelly, Op. Cit., hlm. 5 88 Jurnal Law and Justice, Vol. 3 No. 2 Oktober 2018Independensi Peradilan dan Negara Hukumpengunduran diri harus secara cukup dijamin oleh hukum sebagaimana dikutip sebagai berikutβ€œThe term of ofξ‚Ώce of judges, their independence, security, adequate remuneration, conditions of service, pensions and age of retirement shall be adequately secured by law.”Pengaturan dan jaminan tentang remunerasi berarti bahwa gaji dari semua hakim harus cukup, tetap dan aman, dan tidak merupakan subjek untuk perubahan kewenangan oleh segala cabang dari pemerintah. Adagium Cina bahwa β€œgaji yang tinggi untuk pejabat memberikan kepada kita pemerintahan yang bersih” memberikan fakta yang benar dalam banyak yurisdiksi common-law. Act of Settlement 170127 mengatur bahwa gaji para hakim di Inggris harus β€œditegaskan dan dibangun”. Di Amerika Serikat, terdapat sebuah larangan konstitusional melawan pengurangan gaji dari hakim-hakim Dalam konstitusi Negara Republik Indonesia, telah diatur mengenai independensi peradilan secara jelas, di mana dalam Pasal 24 ayat 1 Undang-Undang Negara Republik Indonesia menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka dalam menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Sehingga tujuan yang ingin dicitakan dari adanya kekuasaan kehakiman yang merdeka atau dalam hal ini disebut sebagai independensi peradilan adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan bagi masyarakat. Independensi peradilan merupakan unsur yang tidak bisa terpisahkan dan telah menjadi sifat kekuasaan peradilan yang dirancang oleh pendiri bangsa, sebagaimana dalam doktrin ahli Bagir Manan yang mengemukakan mengenai kekuasaan kehakiman, di mana kekuasaan kehakiman terdapat dalam dua hal, yang pertama, adalah dalam pengertian badan yang merdeka yang terlepas dari segala unsur pengaruh dan campur tangan dari kekuasaan lain, yang kedua, bahwa hubungan kekuasaan kehakiman dengan lembaga lain atau alat perlengkapan lain lebih merepresentasikan adanya asas separation of power atau pemisahan kekuasaan daripada masuk dalam deξ‚Ώnisi pembagian kekuasaan sehingga 27 1701 UK, 12&13 William III US Constitution, Art IIItetap ada satu kaitan dan tidak sepenuhnya terlepas dengan adanya mekanisme check and balance sebagai sarana pengawasan Manan dalam penjelasannya tentang Penjelasan UUD 1945 sebelum perubahan, Konstitusi RIS, dan UUD 1945 disebut β€œterlepas dari pengaruh kekuasaan eksekutif”. Dalam hal kekuasaan kehakiman terdiri dari dua hal yakni sebagai berikut30 Pertama, hakim terbebas dan merdeka dari pengaruh kekuasaan dan kepentingan apapun, selain kekuasaan eksekutif maupun legislatif, hakim harus terbebas dari pengaruh kekuasaan yang bersifat yudisial itu sendiri, maupun pengaruh-pengaruh dan kepentingan di luar eksekutif misalnya opini publik, pendapat umum, pers, maupun kepentingan swasta dan juga kemerdekaan dan juga kebebasan yang dimiliki hakim hanya sebatas fungsi hakim sebagai pelaksanaan dari kekuasaan yudisial atau terletak pada fungsi Manan dalam penjelasannya lebih lanjut mengungkapkan bahwa secara garis besar, susunan badan kekuasaan kehakiman sebuah negara dapat dikaji dari beberapa poin penting sebagai berikut31Pertama; diferensiasi antara badan peradilan umum the ordinary court dan badan peradilan khusus the special court, sebagai berikut1. Susunan badan kekuasaan kehakiman dalam negara-negara yang terlingkup ke dalam Common Law State, di mana pada negara-negara common law tersebut memberlakukan prinsip atau konsep β€œRule of Law”. Dalam negara-negara tersebut tidak adanya badan forum peradilan bagi pejabat pemerintahan atau pejabat administrasi negara. Sehingga setiap rakyat baik 29 Bagir Manan, Menegakkan Hukum Suatu pencarian, Jakarta Asosiasi Advokat Indonesia, 2009, hlm. 8230 Bagir Manan, Kekuasaan Kehakiman di Indonesia, Op cit., hlm. 1. Penjelasan Pasal 24 dan 25 UUD 1945 sebelum perubahan, Kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan itu, harus diadakan jaminan dalam undang-undang tentang kedudukan para hakim31 Bagir Manan, Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia, LPPM Unisba, Bandung, 1995, hlm. 17 89Jurnal Law and Justice, Vol. 3 No. 2 Oktober 2018Nuria Siswi Enggaranimerupakan rakyat umum maupun pejabat pemerintah atau pejabat administrasi negara akan diadili, diperiksa, dan diputus sengketanya oleh badan peradilan yang sama yakni badan peradilan umum atau yang disebut sebagai the ordinary Susunan badan kekuasaan kehakiman dalam negara-negara yang masuk dalam lingkup β€œprerogative state”. Dalam konsep yang dimiliki negara tersebut, pejabat administrasi negara atau pejabat pemerintahan dalam menjalankan fungsi administratifnya tunduk dan berpedoman pada hukum administrasi negara. Dalam hal pejabat pemerintahan kemudian melakukan penyimpangan, kesalahan, maupun pelanggaran dalam melaksanakan fungsi administratif negaranya. Dalam struktur kenegaraan terdapat badan forum peradilan tersendiri untuk mengadili memeriksa dan memutus penyimpangan yang dilakukan oleh pejabat administrasi negara atau yang disebut dengan special diferensiasi terhadap susunan badan kekuasaan kehakiman baik di negara yang berbentuk federal maupun negara kesatuan. Diferensiasi ini menyangkut cara melakukan organisasi dan strukturisasi terhadap badan peradilan. Ketiga, adanya hak menguji. Faktor ini kemudian dapat memberikan pengaruh terhadap susunan badan kekuasaan kehakiman dengan adanya hak menguji terhadap peraturan perundang-undangan maupun tindakan pemerintahan. Kebebasan badan peradilan atau independensi kehakiman merupakan unsur utama dan faktor terpenting bagi terlaksana dan tercapainya cita negara hukum dan juga merupakan jaminan terhadap hadirnya badan peradilan yang fair atau adil. Sehingga independensi tersebut melekat juga dalam diri hakim baik secara individual maupun secara The Bangalore Draft Code of Judicial Conduct 2001adopted by the Judicial Group on Strengthening Judicial Integrity, as revised at the Round Table Meeting of Chief Justices held at the Peace Palace, The Hague, November 25-26, 2002, lihat Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 09/PMK/2006 tentang Pemberlakuan Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi, Lampiran Penerapannya dilakukan melalui1. A judge shall exercise the judicial function independently on the basis of the judge’s assessment of the facts and in accordance with a conscientious understanding of the law, free of any extraneous inuences, inducements, pressures, threats or interference, direct or indirect, from any quarter or for any A judge shall be independent in relation to society in general and in relation to the particular parties to a dispute that the judge has to A judge shall not only be free from inappropriate connections with, and inuence by, the executive and legislative branches of government, but must also appear to a reasonable observer to be free In performing judicial duties, a judge shall be independent of judicial colleagues in respect of decisions that the judge is obliged to make A judge shall encourage and uphold safeguards for the discharge of judicial duties in order to maintain and enhance the institutional and operational independence of the A judge shall exhibit and promote high standards of judicial conduct in order to reinforce public conξ‚Ώdence in the judiciary, which is fundamental to the maintenance of judicial pembahasan di atas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikutUnited Nation telah mengadopsi beberapa prinsip penting terkait dengan peradilan yang bebas berdasarkan Basic Principles on the Independence of the Judiciary yang berarti Prinsip-Prinsip Dasar dari Sebuah Peradilan yang Bebas pada Kongres Ke-7 pada tahun 1985. Secara umum, atau pada dasarnya, kemerdekaan dari sebuah badan peradilan adalah selalu merujuk pada kemampuan hakim untuk memutuskan sebuah perkara dengan bebas dari tekanan atau hasutan bagian Pertama 90 Jurnal Law and Justice, Vol. 3 No. 2 Oktober 2018Independensi Peradilan dan Negara Hukumapapun. Basis dari peradilan yang independen selanjutnya diawali dengan prinsip pertama yakni peradilan yang independen seharusnya dijamin oleh Negara dan ditetapkan dalam konstitusi atau hukum dari suatu negara. Selanjutnya adalah doktrin pembagian kekuasaan. Prinsip kedua adalah badan peradilan harus menentukan permasalahan berdasarkan basis fakta dan menurut hukum, tanpa batasan apapun, pengaruh yang tidak tepat, tekanan, ancaman pengaruh-pengaruh baik langsung maupun tidak langsung, untuk alasan apapun. Prinsip selanjutnya adalah seharusnya tidak ada ketidakpantasan apapun atau pengaruh dalam atau bersamaan dengan proses peradilan, tidak juga keputusan peradilan dari pengadilan dijadikan subjek perubahan atau revisi. Prinsip selanjutnya yang penting adalah pengaturan mengenai kehakiman, kemandirian dan independensinya, keamanan, remunerasi yang cukup, kondisi pelayanan, pensiun dan umur pengunduran diri harus secara cukup dijamin oleh hukum. Basis konstitusionalisme di Indonesia yang memberikan pengaturan mengenai independensi peradilan terdapat dalam Pasal 24 ayat 1 UUD 1945 menyatakan bahwa β€œKekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.” Kekuasaan kehakiman mengandung dua segi yakni hakim merdeka bebas dari pengaruh siapapun, selain kekuasaan legislatif dan eksekutif, hakim juga harus bebas dari pengaruh kekuasaan unsur-unsur judisiil itu sendiri dan pengaruh dari luar pemerintahan seperti pendapat umum, pers dan sebagainya dan kedua, kemerdekaan dan kebebasan hakim hanya sebatas fungsi hakim sebagai pelaksana kekuasaan yudisiil atau pada fungsi PustakaAsmara, Galang.2006. Peradilan Pajak dan Lembaga Penyanderaan dalam Hukum Pajak di Indonesia, Yogyakarta Laks Bang Pressindo, Basah, Sjachran .1997. Eksistensi dan Tolok Ukur Badan Peradilan Administrasi di Indonesia, Bandung Alumni Budiarjo, Miriam.2009. Dasar-Dasar ilmu Politik, edisi Revisi Cetakan ke-empat Oktober Jakarta Gramedia PustakaEric Barendt, .1998. An Introduction Constitutional Law, London Clarendon Law Series, Oxford University PressManan, Bagir .2009. Menegakkan Hukum Suatu pencarian, Jakarta Asosiasi Advokat Bagir.1995. Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia, Bandung LPPM UnisbaMarzuki, Peter M .2010. Penelitian Hukum, Cet. Ke 6, Jakarta Kencana, Mustofa, Wildan Suyuthi.2013. Kode Etik Hakim, Kencana Prenadamedia Group, , JakartaJustice William Kelly, An Independent Judiciary The Core of The Rule of Law Rumokoy, Donald A .2001. Perkembangan Tipe Negara Hukum dan Peranan Hukum Administrasi Negara di Dalamnya dalam Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta UII PressSaidi, Djafar, M .2007 Perlindungan Hukum Wajib Pajak Dalam Penyelesaian Sengketa, Jakarta Raja graξ‚Ώndo Persada, Schacter, Mark.2000. When Accountability Fails A Framework for Diagnosis and Action, Institute On Governance, Ottawa, Ontario, Canada Frans Magnis.2003. Etika Politik, Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, Jakarta Gramedia Pustaka UtamaSoemantri, Sri .1997 Hak Menguji Materil Di Indonesia, Bandung AlumniZiyad Motala & Cryril Ramaphosa, .2002. Constitutional Law analysis and Cases, Southern Africa, Cape Town Oxford University Press, Published in South Africa, ... Penjelasan umum UUD 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum rechtstaad dan bukan negara kekuasaan maachstaad Maksum, 2020. Sesuai dengan pasal-pasal tersebut, salah satu prinsip utama negara hukum adalah kebebasan untuk menjalankan yurisdiksi yang independen Enggarani, 2019, sehingga Pasal 241 UUD 1945 menyatakan ...Raffael Moreno ChrishansDarell Tri JayaRasji RasjiWhen there is a dispute regarding the authority to adjudicate between one court environment and another court environment, then in the end the Mahkamah Agung MA as the highest court will use its power to try and resolve the dispute at the Cassation level or at the Judicial Review PK level, with Thus, if disputes over the jurisdiction of adjudicators continue to be submitted to the Supreme Court of Justice by the litigants, then the accumulation of cases at the Mahkamah Agung MA as the court of final instance in relation to these disputes cannot be avoided. The research methodology at this writing is to use juridical research legal research is a form of scientific activity in the field of law which uses methods, systematics and a thinking that is specific to studying laws, using certain analysis. The purpose of this paper is 1 to find out what are the main duties and functions of the Supreme Court. 2 to find out what judicial power is, 3 to know the authority of the Mahkamah Agung in the settlement of unlawful acts disputes at the cassation level.... Upaya pembaharuan tersebut salah satunya berupa penataan kembali struktur hukum pidana dalam menjalankan mekanisme sistem peradilan pidana yaitu pembentukan lembaga hakim komisaris sebagai pengganti lembaga praperadilan yang melakukan pemeriksaan sebagai bentuk pengawasan terhadap jalannya proses peradilan pidana khususnya pada tahap pemeriksaan pendahuluan Nugroho, 2011. Kemunculan lembaga baru yang akan menggantikan lembaga praperadilan diharapkan mampu mengurangi isu-isu peradilan seperti halnya independensi dan kemandirian untuk menjalankan kekuasaan dalam sistem tahapan peradilan pidana Enggarani, 2019. ...Imam GhozaliThe criminal justice system, which must be interpreted as a criminal law enforcement system, has been narrowed to its constitutional meaning in Indonesia. Therefore, efforts are needed to maintain the nature of the system as a system of judicial power that must be independent in order to ensure the justice and material truth so that it becomes an ideal criminal justice system. The following description tries to explain the existence of the institution of commissioner judges as part of the renewal of criminal law formil which can be a safety valve in realizing the form of the criminal justice system in the future.... As a state of law, Indonesia should refer to the law in its administration. It is stated by Nuria Siswi Enggarani 2018 that the constitution has determined that the Republic of Indonesia is a state based on law. Likewise, the explanation of the constitution mentions the state government system is regulated -Indonesia is a state based on the law rechtstaat. ...The purpose of the study is to evaluate the model of the appointment of Supreme Court justices in Indonesia and Malaysia and to find out a better model of judicial appointment in producing better quality justices. By using normative and empirical research, it concludes that first, the appointment of Supreme Court justices in Indonesia uses two methods namely career paths and professional paths non-career paths. This system is built after political reform where one of the agendas is the reform of law enforcement. While the appointment of justices in Malaysia demonstrates the dominance of executive power in the decision to appoint justices who were finally appointed by the Yang Dipertuan Agong. Therefore, there is pressure to make the process of appointing justices more transparent to produce more credible and independent justices. In 2009, the Judicial Appointments Commission was established in Malaysia to ensure an unbiased selection of judicial candidates for the consideration of the Prime Minister. Second, the requirements for selecting Supreme Court justices in Indonesia are more detailed and longer process than in Malaysia because the process of selecting Supreme Court justices is done by the Judicial Commission and there is a confirmation hearings process in the House of Representatives. In fact, the selection process affects the independence, impartiality, and integrity of the Supreme Court justices. Although Malaysia does not have any judicially determining cases on the lack of integrity of Supreme Court Justices, there were allegations of HartantoJuan Sebastian Kusumo PutroPurpose of the study This research aims to analyze the crime of village fund corruption by a Village Head in Criminal Case No. 32/ in the legal territory of Palu State Court. Methodology This research used the normative juridical method with the statute and case approaches. This was descriptive qualitative research. Results Results showed that the decision of the state court on the crime of village fund corruption in Criminal Case No. 32/ defendant has violated Article 2 clause 1 jo. Article 8 of Law No. 31 of 1999 on the Eradication of the Crime of Corruption as what was amended and added with Law No. 20 of 2001 on the Change of Law No. 31 of 1999 on the Eradication of the Crime of Corruption. The judicial considerations on the sanctions for perpetrators of corrupting village funds are already according to the applicable regulations under the guideline of the Law on Corruption. It was also found that the crime of corruption violated Islamic Sharia. Applications of this study It is hoped that the results of this paper may answer the issues it analyzed and so that it may become material for consideration in finding accurate and valid resolution guidelines to resolve issues on the crime of village fund corruption in Indonesia. Novelty/Originality of this study This paper focused on the crime of village fund corruption in Criminal Case No. 32/ and it was added with the perspective of Islamic values. Keywords Village fund, corruption, judicial consideration, Islamic valuesIbnu SahalAmbiguitas kedudukan lembaga kejaksaan yang berada di ranah kekuasaan yudikatif ataukah eksekutif menjadikan penelitian ini urgen untuk dilakukan. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis 1 kedudukan lembaga kejaksaan sebagai pelaksana kekuasaan penuntutan; dan 2 menggugat kedudukan jaksa sebagai jabatan fungsional berdasarkan UU ASN. Metode penelitian yang digunakan mengacu paradigma post positisvm dengan jenis penelitian nondoktrinal. Hasil penelitian menunjukkan 1 Kedudukan lembaga Kejaksaan sebagai pelaksana kekuasaan penuntutan sebagai pengendali proses perkara yang artinya hanya kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu kasus dapat diajukan ke Pengadilan atau tidak; dan 2 Menggugat kedudukan jaksa sebagai jabatan fungsional berdasarkan UU ASN berarti menggugat ketentuan Pasal 1 ayat 1 jo. Pasal 9 huruf h UU Kejaksaan, sehingga perlu dilakukan pengajuan judical SatrioToni ToniThe problem in question is the independence of supervision of LPSK members. This is related to the mechanism for forming an advisory board and an ethics board that affects the pattern of supervision of LPSK members when it is correlated with the determination of LPSK members who are suspected of committing disgraceful acts. The analytical knife used is independence. The formation of this advisory board and ethics board must go through a selection formed by the President. The reason for the formation of the advisory board and the ethics board must go through a selection mechanism by the selection committee that forms the president, so that the supervision carried out within the LPSK becomes more Rachmat HambaliTujuan penelitian menganalisis kemerdekaan hakim dan kemandirian kehakiman dalam konsep negara hukum. Metode Penelitian menggunakan penelitian hukum normative, Hasil penelitian bahwa Kemerdekaan Hakim dan kemandirian Kekuasaan Kehakiman sebagai penjelmaan konsep Negara Hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 3 Undang Undang Dasar Negara Republik indonesia Tahun 1945 hasil amandemen beserta beberapa peraturan perundang undangan yang terkait seperti Undang Undang Kekuasaan Kehakiman, Undang Undang Mahkamah Agung, Undang Undang Komisi Yudisial serta ketetapan MPR yang merupakan rujukan dalam pelaksanan Kemerdekaan Hakim, dan kemandirian personal, kemandirian substantive ,kemandirian internal serta kemandirian institusi. Rekomendasi mewujudkan konsep Negara Hukum perlu ditata peraturan perundang undangan yang menjamin kemerdekaan Hakim dan Kemandirian Kekuasaan. The research objective is to analyze the independence of judges and the independence of the judiciary in the concept of a rule of law. The research method uses normative legal research. The results show that the independence of judges and the independence of the judicial power as the embodiment of the concept of the rule of law as regulated in Article 1 paragraph 3 of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia amendments along with several related laws and regulations such as the Law Judicial Power, the Law on the Supreme Court, the Judicial Commission Law and the MPR decrees which are references in the implementation of Judges' Independence, and personal independence, substantive independence, internal independence and institutional independence. Recommendations to embody the concept of a rule of law need to put in place laws and regulations that guarantee the independence of judges and independence of PermadiFifiana WisnaeniMahkamah Agung dalam melaksanakan fungsinya harus diberikan kemandirian organsiasi, terkait pengelolaan Sumber Daya Manusia dan anggaran. Kedua hal tersebut akan sangat berpengaruh kepada kemandirian fungsi judicial Mahkamah Agung. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan kemandirian dan independensi pelaksanaan kekuasaan kehakiman oleh Mahkamah Agung, dan menjelaskan tentang konsep ideal pelaksanaan kekuasaan kehakiman oleh Mahkamah Agung. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normative. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Kemandirian dan Independensi Mahkamah Agung secara kelembagaan terutama di bidang tugas, fungsi dan susunan organisasi di lingkungan sekertariat dan kepaniteraan Mahkamah Agung mensiratkan adanya intervensi kekuasaan pemerintah eksekutif. Dibidang pengelolaan finansial, juga tidak sepenuhnya memiliki kemerdekaan didalam menyusun anggaran organisasinya. Konsep ideal penyelenggaraan kekuasaan kehakiman oleh Mahkamah Agung adalah konsep yang mengintegrasikan antara Prinsip Demokrasi, Prinsip Negara Hukum, dan Prinsip Kekuasaan Kehakiman yang Merdeka sebagai satu kesatuan sistem penyelenggaraan kekuasaan F B William KellyThe purpose of this paper is to attempt to explain to an audience of Chinese legal professionals the concept of judicial independence as it has been applied in some member states of the United Nations. The perspective will be principally Canadian, with reference to some other major common law jurisdictions, and with some brief allusions to larger civil law jurisdictions. The more important elements of judicial independence referred to in United Nation's documents will be reviewed and some practical applications of these principles will be discussed. A thorough review is beyond the scope of any single paper, but this work will refer to numerous judicial and academic authorities where the subject has been discussed in considerable detail which may be helpful for future reference. The paper also discusses the historical and jurisprudential basis for the requirement of judicial ilmu Politik, edisi Revisi Cetakan ke-empat Oktober Jakarta Gramedia Pustaka Eric BarendtSjachran BasahBasah, Sjachran.1997. Eksistensi dan Tolok Ukur Badan Peradilan Administrasi di Indonesia, Bandung Alumni Budiarjo, Miriam.2009. Dasar-Dasar ilmu Politik, edisi Revisi Cetakan ke-empat Oktober Jakarta Gramedia Pustaka Eric Barendt,.1998. An Introduction Constitutional Law, London Clarendon Law Series, Oxford University PressMenegakkan Hukum Suatu pencarianBagir MananManan, Bagir.2009. Menegakkan Hukum Suatu pencarian, Jakarta Asosiasi Advokat Kehakiman Republik IndonesiaBagir MananManan, Bagir.1995. Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia, Bandung LPPM UnisbaPerkembangan Tipe Negara Hukum dan Peranan Hukum Administrasi Negara di Dalamnya dalam Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi NegaraDonald A RumokoyRumokoy, Donald A.2001. Perkembangan Tipe Negara Hukum dan Peranan Hukum Administrasi Negara di Dalamnya dalam Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta UII PressPerlindungan Hukum Wajib Pajak Dalam Penyelesaian SengketaDjafar SaidiSaidi, Djafar, M.2007 Perlindungan Hukum Wajib Pajak Dalam Penyelesaian Sengketa, Jakarta Raja grafindo Persada,Hak Menguji Materil Di IndonesiaSri SoemantriSoemantri, Sri.1997 Hak Menguji Materil Di Indonesia, Bandung AlumniPeradilan Pajak dan Lembaga Penyanderaan dalam Hukum Pajak di IndonesiaGalang AsmaraAsmara, Galang.2006. Peradilan Pajak dan Lembaga Penyanderaan dalam Hukum Pajak di Indonesia, Yogyakarta Laks Bang Pressindo,
MenurutTengku Zul, hubungan seksual antara sepasang suami-istri, keduanya tak harus dalam keadaan mood. Istri tinggal menurut sambil tidur saja jika suami menginginkannya. Berdasarkan survey rata-rata perempuan menganjurkan tidak melakukan hubungan seksual saat sedang. "Janganlah salah seorang dari kalian berhubungan dengan istrinya seperti
ο»ΏKETIKA wacana pembentukan Badan Peradilan Khusus Pemilu pertama kali mencuat, penyikapan atas wacana ini direspons beragam, bahkan tidak lepas dari perdebatan. Di satu pihak ada yang mendukung, di pihak lain tak sedikit yang menolak. Pihak yang mendukung berargumen, kemendesakan pembentukan peradilan khusus menjadi keharusan demi menyikapi adanya benturan dan tarik ulur kewenangan antar lembaga peradilan yaitu Mahkamah Konstitusi MK dan Mahkamah Agung MA. Pihak yang menolak berpendapat, pembentukan peradilan khusus pemilu dan pilkada belum dibutuhkan mengingat MK masih mempunyai kewenangan untuk menanganinya. Selain itu, dalam Pasal 15 UU Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman telah ditegaskan bahwa pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan peradilan. Baca juga Komisioner KPU Dorong Pembentukan Badan Peradilan Khusus PemiluPolemik pembentukan peradilan khusus pemilu semakin mendapat tempatnya ketika disahkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang- undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali kota menjadi undang-undang. Pasal 157 ayat 1 UU itu mengamanatkan bahwa perkara perselisihan hasil pemilihan diperiksa dan diadili oleh badan peradilan khusus. Berdasarkan ayat 2, badan peradilan khusus sebagaimana dimaksud dibentuk sebelum pelaksanaan pemilihan serentak nasional. MK sebagai peradilan sengketa hasil pemilu Kewenangan MK untuk menyelesaikan hasil pemilu diatur dalam Pasal 24C ayat 1 UUD 1945. Dalam pasal 22E ayat 2 UUD 1945 dijelaskan, pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden, dan wakil presiden, serta DPRD. Oleh karenanya, dalam UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang MK pun ditegaskan, yang dimaksud perselisihan hasil pemilu adalah pemilu legislatif dan pemilu presiden. Kewenangan penyelesaian sengketa pemilu mengalami perluasan mencakup pula perselisihan hasil pemilukada. Dalam uji materi Perkara No. 072-073/PUUII/2004, MK berpendapat bahwa rezim pilkada langsung, walaupun secara formal ditentukan oleh pembentuk undang-undang bukan merupakan rezim pemilu, tetapi secara substantif adalah pemilu, sehingga penyelenggaraannya harus memenuhi asas-asas konstitusional pemilu. Putusan tersebut memengaruhi pembentuk undang-undang untuk melakukan pergeseran pemilukada menjadi bagian dari pemilu. Oleh karena itu, pemilukada didefinisikan sebagai pemilihan umum untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung. Pengisian jabatan kepala daerah secara langsung yang semula menjadi bagian dari sistem otonomi daerah bergeser menjadi bagian dari sistem pemilu yang penyelenggaraannya di bawah koordinasi KPU secara nasional. Dengan perubahan tersebut, kewenangan penyelesaian sengketa perselisihan hasil pemilukada dari MA dialihkan ke MK, sama halnya dengan penyelesaian sengketa hasil pemilu pada umumnya. Peralihan kewenangan mengadili yang dijalankan MK sejak akhir tahun 2008 beberapa kali diuji konstitusionalitasnya. Pada uji materi dalam perkara No. 97/PUU-XI/2013, MK menyatakan tidak berwewenang mengadili perselisihan hasil pemilukada. Dalam pertimbangan hukum putusan tersebut, MK berpendapat bahwa pemilukada sesuai Pasal 18 UUD 1945 yang masuk dalam rezim pemerintahan daerah adalah tepat. Meski tidak tertutup kemungkinan pemilukada diatur dalam UU tersendiri, tetapi tidak masuk dalam rezim pemilu seperti diatur Pasal 22E UUD 1945 yang harus dimaknai secara limitatif untuk memilih anggota DPR, DPR, DPRD, presiden dan wakil presiden yang dilaksanakan lima tahun sekali. Makna ini yang dipegang teguh dalam putusan MK No. 97/PUU/XI/2013. Jika memasukan pemilukada sebagai bagian dari pemilu dan menjadi wewenang MK dalam penyelesaian perselisihan hasil, maka tidak sesuai dengan makna original intent dari pemilu. Penambahan kewenangan MK untuk mengadili perkara perselisihan hasil pilkada dengan memperluas makna pemilu seperti diatur dalam Pasal 22E UUD 1945 adalah inkonstitusional. Baca juga Jimly Ada yang Usulkan, DKPP Saja yang Jadi Peradilan Khusus Pemilu Meski MK tidak lagi berwewenang mengadili sengketa pemilukada, semua putusan pemilukada tetap dinyatakan sah karena sebelum diuji, kedua pasal tersebut merupakan produk hukum yang sah. Sepanjang belum diberlakukan UU Pilkada yang baru, MK menyatakan masih berwewenang mengadili sengketa hasil pemilukada. Pada akhir masa bakti lembaga legislatif periode 2009-2014, terjadi perubahan kebijakan politik hukum, dengan diberlakukannya pemilihan gubernur, bupati, dan walikota secara tidak langsung melalui DPRD. Perubahan mekanisme pemilihan tersebut mendapat reaksi penolakan secara luas dari masyarakat. Menangkap reaksi tersebut, Presiden mencabut pemberlakuan aturan pilkada tidak langsung dengan menerbitkan Perppu Nomor 1 Tahun 2014. Dalam Perppu yang mengembalikan mekanisme pemilihan secara langsung tersebut, hanya gubernur, bupati, walikota yang dipilih, sedangkan wakilnya tidak dipilih secara Perppu yang ditetapkan menjadi UU Nomor 1 Tahun 2015 dalam persidangan DPR masa bakti berikutnya, Pengadilan Tinggi diberi wewenang untuk mengadili perselisihan hasil pemilihan, dan dapat diajukan keberatan ke MA. Batasan perselisihan hasil yang dapat diajukan adalah perselisihan penetapan perolehan suara yang signifikan dan dapat memengaruhi penetapan calon untuk maju ke putaran berikut atau memengaruhi penetapan calon terpilih. Belum sempat diimplementasikan, beberapa ketentuan dalam UU Nomor 1 Tahun 2015 mengalami perubahan dan penyempurnaan. Beberapa materi perubahan di antaranya tentang penyelenggaraan pemilihan menjadi secara serentak dan mekanisme penyelesaian sengketa hasil pemilihan melalui badan peradilan khusus. Namun, UU ini tidak menegaskan kedudukan badan peradilan khusus pemilu berada di lingkungan peradilan umum maupun peradilan TUN. UU itu juga menegaskan, selama peradilan khusus belum terbentuk, MK berwenang menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan. Istilah pemilihan’ digunakan UU ini untuk menyebut pemilukada. Bawaslu menuju Badan Peradilan Khusus Pemilu Gagasan tentang peradilan khusus pemilu menjadi relevan dipertimbangkan karena upaya hukum dalam tahapan pemilu yang terjadi selama ini seringkali tidak dapat memenuhi rasa keadilan masyarakat. Misalnya, terkait berlapis-lapisnya upaya hukum pemilu sehingga kontraproduktif dengan tahapan pemilu yang dibatasi jangka waktu. Fritz Edward Siregar2019. Faktanya, upaya hukum tersebut terpisah dalam beberapa lingkungan peradilan. Dengan kondisi itu, upaya hukum terhadap tahapan pemilu mengalami tantangan lebih lanjut dengan pelaksanaan pemilu serentak 2024 karena tahapan proses pemilu dan pilkada dan upaya hukum atas setiap tahapan pemilu dan pilkada tersebut akan dilaksanakan secara bersamaan pada tahun yang sama. Jika menggunakan mekanisme peradilan sebagaimana hukum positif saat ini tentu akan sulit mewujudkan pemilu yang berkeadilan. Dalam Pasal 157 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang dapat diketahui bahwa ke depan, sebelum pemilihan serentak secara nasional, akan dibentuk Badan Peradilan Khusus Perselisihan Hasil Pemilihan. Namun karena hingga saat ini badan dimaksud belum terbentuk, maka MK yang memeriksa dan mengadili perselisihan hasil pemilihan tersebut. Sementara di Pasal 474 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, MK merupakan lembaga kekuasaan kehakiman yang diperintahkan untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilu tanpa adanya niat untuk menciptakan badan peradilan khusus di luar MK. Hal ini tentu saja selaras dengan kewengan MK dalam Pasal 24C ayat 1 UUD 1945. Terkait situasi tersebut, usulan untuk mentransformasi Bawaslu menjadi Badan Peradilan Khusus Pemilu menjadi semakin relevan. Satu manfaat utama dari pembentukan peradilan khusus yang bersifat otonom adalah menghindarkan pengadilan yang sudah dibentuk, baik MA maupun MK, dari intervensi yang berbau politis. Dengan demikian, pilihan mentransformasi Bawaslu menjadi Badan Peradilan Khusus Pemilu dapat diwujudkan dalam dua pilihan model. Pertama, mendesaian badan peradilan khusus yang sejajar dengan MK dan MA selayaknya penerapan di Meksiko dan Brasil. Atau kedua, mentransformasi Bawaslu menjadi lembaga semi peradilan dengan fokus utama menyelesaikan sengketa pemilu. Pilihan untuk membentuk lembaga peradilan otonom yang sejajar dengan MA dan MK merupakan pilihan ideal berdasarkan pertimbangan-perbandingan konstitusi. Namun pilihan ini sulit diterapkan di Indonesia karena membutuhkan momentum perubahan konstitusi. Selain itu sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, UUD 1945 telah memberikan peran penyelesaian sengketa hasil pemilihan presiden dan wakil presiden serta pemilihan legislatif kepada MK. Fritz Edward Siregar2019. Sedangkan pilihan mentransformasi Bawaslu menjadi lembaga semi peradilan dipandang lebih realistis untuk dicapai karena dapat dilakukan dengan perubahan di tingkat UU. Dari transformasi yang ditawarkan, hendaknya badan peradilan khusus yang akan dibentuk dapat menjadi sentral penyelesaian permasalahan pemilu di Indonesia. Jika mengacu ke UU Pilkada, pembentukan badan peradilan khusus pemilu dibentuk sebelum pelaksanaan Pemilihan Serentak 2024. Sejatinya konsep peradilan khsusus pemilu sangat dibutuhkan dalam sistem demokrasi kita. Karena itu, hal tersebut menjadi usulan yang dipandang penting untuk segera didorong pembentukannya. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Kedua adanya proses pemilihan yang adil (fairness of voting). Untuk mengukur apakah suatu pemilu dijalankan secara fair atau tidak, dapat diamati melalui beberapa instrument berikut :(1) adanya jaminan kerahasiaan dalam proses pemilihan atau pencoblosan (secret ballot), yang harus diejawantahkan dalam undang-undang pemilu; (2) adanya jaminan bahwa prosedur penghitungan suara dilakukan secara
Halaman 1 2 3 Sebelumnya Editor Siti Juniafi Maulidiyah Sumber Dari Berbagai Sumber Tags peradilan Bersifat Badan Bebas Artikel Terkait Jawaban Soal Istilah Peradilan Bebas Yaitu Peradilan yang? Tujuan Diadakannya Hubungan Antarbangsa di Dunia Adalah, Kunci Jawaban PKN Kelas 11 Berikut Suku Bangsa Indonesia yang Tergolong Proto Melayu Kecuali, Kunci Jawaban PKN Kelas 7 Bagaimana Hubungan Antara Negara dengan UUD 1945 NRI Tahun 1945? Jelaskan!, Latikan Soal PKN Jati Diri yang Berkaitan Dengan Etnis, Suku, Agama, dan Bahasa Disebut Identitas? Latihan Soal PKN Terkini 50 Soal UKG Lengkap dengan Jawaban, Latihan Uji Kompetensi Guru, Kompetensi Pedagogik PPG Kamis, 15 Juni 2023 1333 WIB TERBARU! Ini Link Download Pakta Integritas PPDB Jateng 2023 Jenjang SMA/SMK Kamis, 15 Juni 2023 1038 WIB Kegiatan Yang Dilakukan Siswa Yang Dapat Menciptakan Keutuhan Integrasi Nasional Dalam Lingkungan Sekolah Rabu, 14 Juni 2023 2029 WIB Peluang Turun Hujan Dalam Bulan November Adalah 0,4. Frekuensi Harapan Tidak Turun Hujan Dalam Bulan November Rabu, 14 Juni 2023 2019 WIB Untuk Melatih Kecepatan Kita Dapat Melakukan Dengan Cara Sebagaimana Berikut! Rabu, 14 Juni 2023 2011 WIB Sulit Sekali Menemukan Kekurangan Pada Buku Ini. Semua Unsur Yang Seharusnya Dimiliki Sebuah Karya Fiksi Rabu, 14 Juni 2023 1957 WIB Pada Masa Kolonial, Tokoh Ini Aktif Dalam Gerakan Organisasi Pemuda. Pada Masa Jepang Menempuh Jalur Rabu, 14 Juni 2023 1946 WIB Zat Atau Obat, Baik Alamiah Maupun Sintetis Bukan Narkotika, Yang Berkhasiat Psikoaktif Melalui Pengaruh Rabu, 14 Juni 2023 1938 WIB Sebutkan Media Sosial Yang Memberikan Layanan Berbagi Video Adalah Berikut dengan Penjelasannya Rabu, 14 Juni 2023 1932 WIB Kebijakan Pemerintah Kolonial Portugis Yang Memicu Perlawanan Lokal Adalah Rabu, 14 Juni 2023 1924 WIB Peperangan Yang Terjadi Antara Rakyat Bali Dan Belanda Dipicu Oleh Masalah yang Satu Ini! Rabu, 14 Juni 2023 1908 WIB Setelah Enam Bulan Memimpin Perlawanan, Akhirnya Pattimura Tertangkap. Tepat Pada Tanggal 16 Desember 1817 Rabu, 14 Juni 2023 1856 WIB Disaat Ada Satu Siswa Yang Selalu Menghina Dan Merendahkan Kita Dengan Teman Sekelas Kita Dengan Mengatakan Rabu, 14 Juni 2023 1844 WIB Program Latihan Fisik Harus Direncanakan Dengan Baik Dan Sistematis Serta Ditujukan Untuk Rabu, 14 Juni 2023 1834 WIB Jelaskan Pandangan Alkitab Tentang Berpacaran! Ini Jawaban dan Penjelasannya Rabu, 14 Juni 2023 1826 WIB Menghitung Berat Badan yang Ideal dengan Rumus Indeks yakni Menggunakan Rumus Sebagai Berikut Rabu, 14 Juni 2023 1611 WIB Sebutkan Perangkat Tik yang Ada Dalam Kehidupan Sehari-Hari! Ini Jawaban Lengkap dengan Pembahasan Rabu, 14 Juni 2023 1330 WIB UPDATE! Kumpual Soal Number Sequence TKD BUMN 2023 dan Lengkap Kunci Jawabannya Rabu, 14 Juni 2023 1306 WIB Teknik Menggambar Ragam Hias Dapat Dilakukan dengan Cara Stilasi, Maksud dari Stilasi Adalah? Rabu, 14 Juni 2023 1223 WIB 45 SOAL UAS UT Pembangunan Masyarakat Desa dan Kota IPEM4542 Ilmu Pemerintahan Semester 7 Rabu, 14 Juni 2023 1018 WIB
MK(Mahkamah Konstitusi) mempunyai tanggung jawab dalam tugasnya sebagaimana dalam Tugas mahkamah konstitusi menurut UUD 1945 untuk mengatur segala organisasi, administrasif, serta keuangan sesuai dengan prinsip pemerintahan yang baik dan bersih. MK (Mahkamah konstitusi) juga perlu untuk memberitahukan laporan secara berkala pada masyarakat
Keberadaan badan peradilan harus bebas dan tidak memihak. Pernyataan tersebut mengandung makna …. A. badan peradilan tidak bersangkut paut dengan pemerintah B. badan peradilan bebas membuat keputusan C. badan peradilan tidak berada di bawah pengaruh lembaga atau badan lain serta harus memberikan perlakuan yang sama kepada setiap warga negara D. badan peradilan tidak membutuhkan bantuan lembaga lain E. badan peradilan selalu bekerja secara mandiri dan bebas membuat keputusannya sendiri PembahasanKeberadaan badan peradilan harus bebas dan tidak memihak. Pernyataan tersebut mengandung makna badan peradilan tidak berada di bawah pengaruh lembaga atau badan lain serta harus memberikan perlakuan yang sama kepada setiap warga negara Jawaban C - Jangan lupa komentar & sarannya Email nanangnurulhidayat

Bahkanmenurut Yahya Harahap (2006: 18) mengemukakan bahwa 'putusan praperadilam memang mirip dalam acara perdata. Putusan praperadilan bersifat deklarator yang berisi pernyataan tentang sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penggeledahan, atau penyitaan.".

- Artikel ini ditulis guna menjelaskan soal kemukakan bahwa badan peradilan bersifat bebas dan tidak memihak secara lebih jelas. Soal ini dibahas untuk dimanfaatkan sebagai referensi ketika kesulitan mempelajari materi yang diterima. Berkembangnya latihan soal yang mengikuti dengan kompetensi dan kurikulum yang diterapkan terkadang menjadikan murid kesulitan memahami soal meski sudah diberikan contoh dan dipaparkan sebelumnya. Di sinilah artikel tentang kemukakan bahwa badan peradilan bersifat bebas dan tidak memihak dibuat untuk menyelesaikannya. Dengan tujuan memberikan murid lebih menguasai setelah membaca artikel kemukakan bahwa badan peradilan bersifat bebas dan tidak memihak yang ditulis dengan penjelasan yang lebih ringkas. Baca Juga Tujuan Diadakannya Hubungan Antarbangsa di Dunia Adalah, Kunci Jawaban PKN Kelas 11 Adik-adik dapat tahu penjelasan yang dibutuhkan dengan membaca penjelasan di bawah ini Pertanyaan Kemukakan bahwa badan peradilan bersifat bebas dan tidak memihak Jawaban Badan peradilan bersifat bebas dan tidak memihak adalah konsekuensi dari negara Indonesia sebagai negara hukum dan negara konstitusional sebagaimana dengan tegas dinyatakan dalam UUD 1945. Di bidang peradilan pidana keberlakukan asas peradilan yang bebas dan tidak memihak ini dengan tegas dinyatakan di dalam KUHAP sebagai salah satu asas yang mengatur perlindungan terhadap keluhuran harkat serta martabat manusia. Pasal 1 angka 9, yang menentukan β€œMengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”. Uraian Asas Peradilan yang Bebas dan Tidak Memihak dan Kekuasaan Kehakiman Keberlakuan asas peradilan yang bebas dan tidak memihak di Indonesia merupakan konsekuensi dari negara Indonesia sebagai negara hukum dan negara konstitusional sebagaimana dengan tegas dinyatakan dalam UUD 1945. Di bidang peradilan pidana keberlakukan asas peradilan yang bebas dan tidak memihak ini dengan tegas dinyatakan di dalam KUHAP sebagai salah satu asas yang mengatur perlindungan terhadap keluhuran harkat serta martabat manusia. Di dalam KUHAP secara tegas asas ini dimuat di dalam 1. Pasal 1 angka 9, yang menentukan β€œMengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang- undang ini”. 2. Penjelasan Umum angka 3 huruf e yang menentukan β€œPeradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak harus diterapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan”. Penyelenggaraan asas peradilan yang bebas dan tidak memihak ini, menurut UUD 1945 dilaksanakan oleh Kekuasaan Kehakiman.

Mengacupada pasal di atas, terlihat bahwa pasal tersebut tidak memberikan ketegasan mengenai pemerintahan Daerah sebagai satuan pemerintahan yang otonom. Baru di dalam penjelasannya dikemukakan bahwa Daerah-Daerah itu bersifat otonom atau bersifat Daerah administrasi belaka. Hal ini berbeda dengan bunyi Pasal 18 UUD 1945 berdasarkan
Kemukakan bahwa adanya badan peradilan menjadi salah satu upaya menegakkan hukum! Jawab Dalam negara demokrasi, hukum harus ditegakkan dan rakyat harus memperoleh keadilan. Oleh karena itu, badan peradilan harus menegakkan keadilan tanpa terikat pada badan/lembaga lain karena sifatnya merdeka berdiri sendiri. Selain itu, dalam upaya penegakan keadilan badan peradilan harus mencari sendiri jalan keadilan, artinya tidak terpengaruh pihak lain serta pemerintah tidak boleh campur tangan. Jika dalam negara demokrasi pemerintah ikut turun tangan dalam proses peradilan, hukum tidak dapat ditegakkan dan prinsip demokrasi pun tidak tercapai dengan baik. Badan peradilan juga harus bersikap netral dalam menghadapi pihak-pihak yang bersengketa sehingga dapat tercipta keadilan serta kepastian hukum. - Jangan lupa komentar & sarannya Email nanangnurulhidayat Tatkalaketika kita menelaah putusan peradilan tata usaha negara membatalkan Surat Keputusan Bupati BanggaiNomor:821.2/1071/BKD, tanggal 20 September 2011tentang Mutasi Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Banggai, maka terkandung makna batal, menurut pandangan hukum menyatakan " bahwa dianggap oleh hukum itu tidak pernah ada keputusan itu atau sejak awal keputusan

- Konsep peradilan bebas dan tidak memihak sudah seharusnya ada dan dijalankan di setiap negara hukum. Ini berkaitan dengan kewajiban dan wewenang hakim dalam melaksanakan tugas yudisialnya. Supaya keadilan dan kebenaran dapat yang dimaksud dengan peradilan bebas dan tidak memihak? Arti peradilan bebas dan tidak memihak Dikutip dari buku Hukum Jaminan Kesehatan Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan 2020 oleh Endang Wahyati Yustina dan Yohanes Budiwarso, peradilan yang bebas dan tidak memihak adalah hakim bebas dari pengaruh siapa pun dalam melaksanakan tugasnya. Hakim tidak boleh dipengaruhi dengan alasan apa pun, entah itu karena kepentingan jabatan politik maupun uang ekonomi. Konsep ini merupakan salah satu prinsip negara hukum, selain supremasi hukum, persamaan dalam hukum, asas legalitas, pembatasan kekuasaan, organ-organ eksekutif independen, dan juga Bedanya Peradilan dan Pengadilan Menurut Jimly Asshiddiqie dalam buku Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia 2010, konsep peradilan bebas dan tidak memihak ditujukan untuk menjamin keadilan dan kebenaran. Agar hal itu tercapai, tidak boleh ada intervensi dalam proses pengambilan putusan oleh hakim, baik dari kekuasaan eksekutif, legislatif, masyarakat, maupun media massa. Peradilan bebas dan tidak memihak berarti hakim tidak memihak kepada pihak mana pun, kecuali kebenaran serta keadilan. Meski begitu, dalam menjalankan tugasnya, mulai dari pemeriksaan perkara hingga penjatuhan putusan, hakim harus bersifat terbuka dan menghayati nilai-nilai keadilan yang tertanam di masyarakat. Kesimpulannya, maksud dari peradilan yang bebas dan tidak memihak adalah hakim tidak boleh dipengaruhi dan bebas intervensi dari pihak mana pun dalam menjalankan kewajiban dan wewenangnya. Baca juga Sistem Hukum dan Peradilan Indonesia Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

.
  • ldvac27rlz.pages.dev/292
  • ldvac27rlz.pages.dev/503
  • ldvac27rlz.pages.dev/810
  • ldvac27rlz.pages.dev/982
  • ldvac27rlz.pages.dev/925
  • ldvac27rlz.pages.dev/345
  • ldvac27rlz.pages.dev/539
  • ldvac27rlz.pages.dev/808
  • ldvac27rlz.pages.dev/383
  • ldvac27rlz.pages.dev/75
  • ldvac27rlz.pages.dev/999
  • ldvac27rlz.pages.dev/693
  • ldvac27rlz.pages.dev/25
  • ldvac27rlz.pages.dev/829
  • ldvac27rlz.pages.dev/484
  • kemukakan bahwa badan peradilan bersifat bebas dan tidak